Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly/IST

JAKARTASATU.COM – Menanggapi tuntutan yang muncul dari berbagai elemen masyarakat yang menuntut agar Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly untuk meletakkan jabatannya dari kabinet, Ketua KNPI Haris Pertama, dalam keterangan persnya (25/1) menyatakan bahwa para pendukung elemen masyarakat tersebut mengada-ada bahkan dianggapnya berlebihan karena sampai melaporkan ke KPK dan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memecat Yasonna. Bahkan secara agak kasar Haris menyebut para penyeru pemecatan Yasonna tersebut merupakan seruan bodoh dan hanya mencari panggung semata.

Meruaknya tuntutan mundur kepada Menkumham ini berawal dari pelaporan ICW kepada KPK bahwa menteri asal PDI Perjuangan itu diduga telah melakukan perbuatan yang merintangi penyidikan (obstruction of justice).

Sebab, sebelumnya terkait penyelidikan yang tengah dilakukan KPK, Yasonna dianggap telah melontarkan pernyataan soal keberadaan Harun Masiku masih di luar negeri. Bahkan, Yasonna sempat ngotot soal keberadaan Caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku yang dinyatakannya ada di luar negeri sejak 6 Januari 2020.

Namun, ternyata pada Rabu (22/1/2020) , Dirjen Imigrasi Ronny Sompie akhirnya mengakui bahwa Harun telah tiba di Indonesia pada Selasa (7/1/2020).

“Tidak masuk akal gitu lho alasan dari Kementerian Hukum dan HAM. Sebenarnya kan persoalannya sederhana mereka tinggal cek CCTV di bandara saja apakah benar temuan-temuan atau petunjuk yang diberikan oleh Tempo, tapi itu juga tidak ditindaklanjuti dengan baik,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana terkait tuduhan yang dilontarkan terhadap Yasonna.

Seperti kita ketahui, Harun Masiku adalah salah satu tersangka kasus dugaan suap kepada mantan Komisoner KPU, Wahyu Setiawan soal pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dapil Sumsel I.

Tak hanya ICW, selanjutnya akademisi dari Universitas Indonesia Ade Armando, sastrawan Goenawan Mohamad bersama puluhan orang dari warga biasa, aktivis hingga pengacara menggagas petisi di laman change.org meminta Presiden Jokowi untuk memecat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait keberadaan tersangka kasus suap Harun Masiku.

Petisi gagasan Ade Armando dkk tersebut bertajuk ‘Presiden Jokowi, Berhentikan Yasonna Laoly karena Kebohongan Publik tentang Harun Masiku’.

“Kami sebagai kumpulan warga negara yang peduli pada perang melawan korupsi meminta Presiden Jokowi memberhentikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, karena kasus kebohongan publik bahwa tersangka korupsi Harun Masiku berada di luar negeri sejak 6 Januari 2019,” demikian paragraf pembuka petisi itu seperti diakses di laman change.org, Rabu (22/1).

Namun Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama ternyata menyatakan sebaliknya. “Saya rasa apa yang dilakukan oleh ICW dkk meminta Presiden Jokowi memecat Menkumham terlalu lebay,” belanya.

Agak melantur dari permasalahan, Haris malah memuji bahwa kilas balik terpilih kembali Yasonna sebagaiMenkumham pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi tersebut telah menunjukan bahwa apa yang sudah dikerjakan Yasonna selama menjadi menteri di periode pertama telah membawa kebaikan bagi bangsa dan negara.

“Jangan karena sosok Harun yang korupsi, terus mereka minta Menkumham mundur,” tegas Haris mengingatkan.

Adapun mengenai blunder terkait pernyataan Yasonna yang berbeda dengan Imigrasi mengenai keberadaan Harun Masiku, menurut Haris bukan kesahalan Yasonna karena bisa jadi Menkumham mendapat laporan yang berbeda diawal.

“Sebagai menteri tentu mendapat laporan dari anak buah. Mungkin ini pak Menteri dapat laporan yang berbeda dari anak buah. Jadi bukan salah beliau,” ujar Haris membelanya.

Lebih lanjut menurut Haris, KNPI akan selalu siap berada di belakang Menkumham untuk terus mendukung kerja-kerjanya di Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

“KNPI mendukung penuh Menkumham. Kami akan lawan orang-orang yang mencoba mengganggunya,” tegas Haris.

Akankah ICW, Ade Armando, Goenawan Muhamad, dan banyak orang lainnya yang menutut Yasonna mundur akan keder dengan gertakan yang dilontarkan KNPI tersebut? Kita lihat saja bagaimana pemerintah akan menanggapi polemik yang tengah terjadi ini.|WAW-JAKSAT