JAKARTASATU.COM– Bahwa Pemilu 2019 menguras uang negara dengan total keseluruhan 33,74 triliun yang terdiri dari anggaran penyelenggaraan pemilu sebesar Rp25,6 triliun, pengawasan sebesar Rp4,85 triliun serta keamanan sebesar Rp 3,29 triliun .

Bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 tidak saja menghabiskan anggaran negara yang fantastis juga menimbulkan korban jiwa ratusan orang serta dampak yang tak kalah dahsyatnya yaitu terbelahnya bangsa Indonesia dan putusnya hubungan silaturahmi persaudaraan/kekerabatan di tengah masyarakat.

Bahwa begitu besarnya biaya politik yang dikeluarkan Indonesia (materil dan non materil) akan menjadi prahara nasional dan sebuah sejarah kelam bagi republik Indonesia jika menghasilkan pejabat-pejabat korup, kolusi dan nepotisme (KKN) serta pejabat benalu negara perusak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bahwa Visi Indonesia Maju adalah cita-cita mulia hanya akan menjadi omong kosong besar dan menjadi kebohongan publik terbesar di republik ini jika didalamnya ada orang-orang kotor sebagai penyelenggaranya.

Bahwa Ir. H. Joko Widodo adalah Presiden RI terpilih dari hasil demokrasi yang begitu sangat-sangat mahal tersebut maka harus menjadi presiden berguna dan produktif untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia sebagaimana diharapkan bersama

Bahwa presiden harus mengedepankan kepentingan bangsa dan negara Indonesia diatas kepentingan pribadi pejabat-pejabat yang korup, kolusi dan nepotisme serta perusak disekitarnya dalam melaksanakan Visi Indonesia Maju.

Untuk itu, dalam 100 hari kerja Kabinet Indonesia Maju yang dilantik tanggal 23 Oktober 2019 oleh Presiden Ir. H. Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin maka sudah bisa menjadi observasi awal publik menilai kabinet terbentuk tersebut berhasil atau tidaknya.

Mengingat begitu besarnya perhatian publik ke sosok Moeldoko pada saat ini dan mengingat Kantor Staf Presiden (KSP) adalah lembaga negara yang strategis dibiayai oleh uang rakyat bertugas dalam pengendalian program-program prioritas nasional agar terdelivered ke tangan masyarakat maka dapat dinilai kinerja Moeldoko sebagai Kepala KSP dalam 100 hari kerja Kabinet Indonesia Maju adalah sebagai berikut:

1. Moeldoko sangat lambat membentuk struktur Kantor Staf Presiden (KSP).

Tercatat, formasi KSP baru terbentuk pada tanggal 6 Januari 2020 (64 hari hari setelah Kabinet Indonesia Maju dilantik) dan itupun masih ada kedeputian yang belum terbentuk pada saat itu.

Hal itu menjadi indikator tidak produktifnya KSP ke depan di bawah kepemimpinan Moeldoko sebagaimana diharapkan Presiden Jokowi bisa bergerak cepat, gesit dan cekatan dalam pengendalian Program-program Priotas Nasional bisa dinikmati oleh rakyat dengan baik.

Besar dugaan publik bahwa lambatnya pembentukan formasi KSP karena adanya kepentingan besar Moeldoko yang terselebung untuk memanfaatkan lembaga negara tersebut membentuk kekuatan kroni-kroninya.

2. Moeldoko adalah sosok yang diduga terlibat dalam kasus mega korupsi Jiwasraya (Rp13,7 Triliun) dan Asabri (Rp16 Triiun) sejak pertengahan Desember 2019.

Mega skandal korupsi yang menjadi kemarahan rakyat tersebut kuat diduga ada keterkaitan Moeldoko dengan salah satu pelaku bernama Harry Prasetyo (mantan Direktur Keuangan Jiwasraya) yang pernah direkrut oleh Moeldoko pada tahun 2018 sebagai Tenaga Ahli Utama KSP Deputi III Bidang Ekonomi Strategis.

Sangat kuat kecurigaan publik bahwa Moeldoko ikut bermain memanfaatkan dana Jiwasraya bersama anak buahnya Harry Prasetyo yang sangat mengetahui rahasia keuangan Jiwasraya dan sosok yang jago “patgulipat”.

Meski Moeldoko mengakui kecolongan merekrut Harry Prasetyo namun hal itu menjadi tolak-ukur bahwa Moeldoko tidak becus memimpin KSP yang merupakan bagian wajah istana.

Atas mega skandal tersebut membuat istana tersandera dan kepercayaan publik pada sosok Moeldoko memimpin KSP menjadi krisis besar.

3. Sepanjang kasus mega korupsi Jiwasraya dan Asabri terbongkar bulan pertengahan Desember 2019 mengakibatkan tidak optimalnya kinerja KSP dalam melaksanakan tugas pokoknya dalam pengendalian Program-program Priotas Nasional, komunikasi politik presiden dan pengelolaan isu-isu strategis.

Sepanjang 100 hari kerja pemerintah Jokowi-Ma’ruf, KSP disibukkan oleh urusan pribadi Moeldoko melakukan klarifikasi.

4. Moeldoko secara pongah dan sombong melakukan nepotisme dilingkungan istana dengan merekrut anaknya Joanina Rachma sebagai Tenaga Magang dan atau Tenaga Profesional yang merupakan tindak kejahatan Nepotisme dan melanggar Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Nepotisme adalah musuh bangsa Indonesia sepaket dengan pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di republik ini.

Berdasarkan fakta dan indikator tersebut, maka dalam 100 hari kerja Kabinet Indonesia Maju sudah menjadi keharusan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo untuk segera mencopot Moeldoko sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Bahwa, kehadiran Moeldoko di dalam lingkaran istana menyebabkan rusaknya reputasi Jokowi dan akan selalu menjadi beban politik pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam pemerintahannya “good and clean governance”.

Presiden Jokowi selanjutnya untuk segera mempersilahkan Jaksa Agung atau KPK memeriksa keterkaitan Moeldoko terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri tersebut sebagai komitmen pemerintah Jokowi memberantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

*Direktur Eksekutif Indonesian Future Development Study (INFUDS), Aznil Tan