Nasi bungkus dengan kertas rahasia negara/IST

JAKARTASATU.COM – Intelijen, mata-mata atau spionase adalah salah satu profesi yang seharusnya rahasia. Tentu saja pekerjaannya adalah terkait segala hal yang sifatnya rahasia. Bisa mencari, menyelidiki, menjaga, menyimpan,  mengolah, menganalisa, fakta atau data yang bersifat rahasia. Karena itu pekerjaan sebagai intel, mata-mata, spion atau apapun sebutannya sering dianggap sebagai pekerjaan yang keren dan berbahaya karena membutuhkan talenta dan keahlian khusus.

Karena kerennya pekerjaan ini, maka justru seringkali memunculkan ironi. Tak jarang di Indonesia, mereka yang bekerja sebagai intelijen justru membuka sendiri tabir pekerjaannya kepada publik atau orang di sekitarnya agar dilihat “wah” dan disegani.

Tak jarang dalam sebuah relasi sosial muncul pengakuan-pengakuan yang konyol dan tabu. “Saya ini intel loh. Saya kerja di BIN (Badan Intelijen Negara) lho. Saya orang BAIS (Badan Intelijen Strategis) loh, dan banyak lainnya.”

Pekerja intelijen yang seharusnya bertungkus lumus untuk menyamarkan dan menyembunyikan profesinya agar mudah bergerak dan tak terdeteksi, justru seringkali menelanjangi dirinya sendiri agar terlihat keren, disegani, dianggap hebat bahkan ditakuti. Akibatnya fungsi intelijen yang seharusnya disembunyikan secara mati-matian, justru sebaliknya seringkali mati-matian diungkapkan agar diketahui orang -orang demi gengsi atau kebanggaan diri.

Mungki karena inilah seringkali rahasia negara yang seharusnya tersimpan rapi dan aman, justru menjadi bulan-bulanan berita media massa atau gosip kasak-kusuk di masyarakat. Sampai-sampai karena maraknya situasi ini hingga memunculkan istilah intel rasa purel. Yaitu pekerja intelijen yang seharusnya tertutup dan menjaga rapat rahasia yang diketahuinya justru menjadi seperti pekerja public relation (purel) yang bertugas membagi-bagikan informasi yang dimilikinya.

Rahasia negara jadi bungkus nasi rames/IST

Fenomena begitu cerobohnya intelijen atau petugas penjaga rahasia negara tersebut terbukti pada kasus viralnya nasi bungkus kertas yang bertuliskan “Rahasia Negera”. Kasus ini telah terjadi beberapa kali.

Boleh jadi secara kasat mata kasus tersebut terasa lucu dan  layak menjadi guyonan oleh warganet semata.

” Gak dimakan lapar, dimakan takut rahasia negara terbongkar,” ini salah satu ucapan lucu dari warganet terkait kasus tersebut.

Namun sebenarnya dibalik kelucuan yang mampu menghibur warganet, tersimpan gambaran kondisi keamanan dan pertahanan (hankam) yang sangat memprihatinkan.

Boleh jadi memang pada kasus ini rahasia negara yang dimaksud adalah berkas kertas ujian negara untuk sekolah.

Kertas ini kemungkinan dijual kiloan sebagai barang loakan sehingga akhirnya sampai ke sang penjual nasi bungkus tersebut.

Bukankah hal ini sangat memprihatinkan? Sesuatu yang diberi label rahasia negara bisa dijual secara kiloan sebagai barang bekas atau loak. Bukankah seharusnya barang atau sesuatu yang sudah diberi label “rahasia negara” haram untuk diperjual belikan, dan harus dihancurkan setelah tidak digunakan?

Jangan-jangan fenomena ini merupakan indikasi bahwa selain rahasia negara yang bentuknya sekedar kertas bekas ujian nasional tersebut, ada lagi bentuk-bentuk rahasia negara yang lebih besar yang dijual untuk mendapatkan keuntungan pribadi oknum-oknum yang terkait dengan pekerjaan intelijen negara ini. |WAW-JAKSAT