JAKARTASATU.COM – Anggota Komisi IV DPR RI Hamid Noor Yasin mengatakan, tata kelola pupuk bersubsidi ternyata masih bermasalah, terutama menyangkut distribusinya. Banyak petani di daerah mengeluhkan karena tidak mendapat pupuk subsidi. Padahal, perannya sangat penting dalam meningkatkatkan produktivitas pertanian nasional.

Ungkap Hamid dalam keterangan persnya, Jumat (6/3/2020) mendapat begitu banyak keluhan dari para petani di daerah, terutama di daerah pemilihannya (dapil) Wonogiri, Sragen, dan Karanganyar, Jateng. Ia menyerukan kepada pemerintah pusat agar mengelola pupuk secara efisien, baik teknis, penyediaan, distribusi, dan harga melalui subsidi.

Menurut Hamid, salah satu kisruh persoalan pupuk subsidi terjadi akibat blokir pupuk bersubsidi di beberapa wilayah Indonesia tahun lalu. Pada tahun 2020 ini, persoalan pupuk subsidi akan menghadapi tantangan ketersediaan yang tepat dengan prinsip 6T yakni, tepat waktu, tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat harga, dan tepat lokasi. Tantangan persoalan pupuk subsidi tahun 2020, Lanjut Hamid, akan dipicu pada turunnya alokasi anggaran pupuk subsidi dibandingkan tahun 2019.

Hamid menjelaskan, Anggaran Pupuk subsidi tahun 2019 sebesar 9,55 juta ton senilai Rp 29 triliun. Sedangkan alokasi tahun 2020 sebesar 7,94 juta ton dengan nilai Rp 26,6 triliun. Meski Menteri Pertanian menjamin akan memperbaiki sistem ketersediaan dan penyaluran pupuk subsidi, namun faktanya tata kelola pupuk subsidi dinilai masih bermasalah.

“Saya mendengar sendiri dari petani-petani yang saya temui di berbagai daerah, baik di dapil maupun di wilayah lain saat kunjungan kerja bahwa tata kelola distribusinya masih amburadul dan menuai protes dari petani-petani. Perlu langkah kongkrit yang memadai, agar persoalan pupuk ini semakin baik yang berujung pada produktivitas pertanian kita meningkat sehingga persoalan impor pangan yang selama ini terjadi dapat ditekan,” Papar Hamid.

Hamid mengingatkan kepada pemerintah, tahun lalu ada prestasi pemerintah pada distribusi pupuk bersubsidi sebesar 6.026.667 ton pupuk bersubsidi hingga 11 September 2019, setara 68 persen dari alokasi penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2019. Namun dengan upaya yang besar seperti ini pun, kepuasan masyarakat terutama para petani jauh dari harapan. Banyak rakyat mengeluh terkait dengan masalah pendataan kelompok penerima, hanya yang dekat pemerintah atau yang memiliki akses saja mendapat saluran pupuk subsidi dengan mudah.

Jelas Hamid. faktanya masih banyak petani yang tidak kebagian pupuk subsidi meski sangat membutuhkan. Berdasarkan data selama 10 tahun terakhir, rata-rata perbandingan peningkatan jumlah subsidi pupuk tidak seiring dengan peningkatan produksi dan produktifitas. Pencapaian selama 10 tahun, hanya memperoleh produksi 30,9% dan produktivitas sebesar 13,2%. Ia menduga bahwa penyebab utamanya adalah belum tepatnya sasaran penerima pupuk subsidi.

“Saya berharap ada upaya signifikan terhadap penyelesaian pupuk bersubsidi ini. Semoga tahun 2020, pemerintah mampu membereskan permasalahan pupuk bersubsidi. Keluhan-keluhan yang hingga saat ini masih banyak dirasakan oleh petani-petani di daerah dapat diredam dalam waktu cepat, dan cita-cita perwujudan penyediaan pangan dari dalam negeri dapat terealisasi sehingga impor pangan dapat ditekan secara drastis,” pungkas Hamid.*lHER-JAKSAT