Ilustrasi indahnya sholat berjamaan/IST

JAKARTASATU.COM – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyatakan kecewa dengan larangan salat berjamaah di masjid yang konon merupakan salah satu upaya untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).

Menurut Gatot, ada yang keliru dengan larangan tersebut. Pasalnya, di tengah masalah virus ini, seharusnya masyarakat muslim bisa menjadikan masjid sebagai tempat untuk berlindung, bukan justru menghindarinya.

“Ada apa ini dan pikiran siapa yang mengajak demikian ? Hingga umat Islam lupa bahwa masjid adalah tempat yang paling aman untuk berlindung dari segala bencana,” tulis Gatot dalam akun Instagramnya, @nurmantyo_gatot.

Secara berani Gatot justru menggaungkan kepada seluruh masyarakat muslim untuk kembali memakmurkan masjid, dengan melakukan salat berjamaah, memohon pertolongan Allah SWT terkait masalah corona.

AYO MAKMURKAN MASJID & GALAKKAN GERAKAN SHOLAT BERJAMA’AH UNTUK MINTA PERTOLONGAN ALLAH..!! (Jadikan Sholat & Sabar Sebagai Penolongmu..!!) Virus Corona (covid-19) adalah ciptaan Allah dan yg kena pasti juga atas ketetapan Allah,” tulis Gatot.

Bahkan Gatot juga menyebutkan kalau di China, masyarakatnya berbondong-bondong untuk mendatangi masjid. “Namun di negeri Mayoritas Muslim justru sebaliknya..?? Mereka beramai-ramai Mengaungkan phobia dgn Masjid. Seakan-akan Masjid sebagai Sumber Penularan Covid-19..?? Lalu apakah mall, lift sarana umum, gereja, vihara, temple, klenteng “lebih aman” daripada Masjid..??,” tulisnya.

Sontak himbauan Gatot ini justru menuai kritikan. Gatot diingatkan tentang Islam sebagai agama yang rasional. Wasekjen MUI Misbahul Ulum langsung menanggapi pernyataan Gatot yang menyebut di China banyak orang yang bukan beragama Islam ramai-ramai mendatangi masjid dan belajar wudu hingga ikut salat berjemaah agar didalami kebenarannya.

Selain Misbahul, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh. Niam menyebut semangat keagamaan harus disertai pemahaman secara utuh.

“Jadi prinsipnya di dalam kehidupan beragama itu semangat keagamaan saja tidak cukup, semangat keagamaan harus disertai dengan pemahaman keagamaan secara utuh dan komprehensif,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, di kantor BNPB, Jl Pramuka, Utan Kayu Utara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (19/3).

Pendapat serupa yang menguatkan juga disampaikan Muhammadiyah. Salat berjemaah di masjid disarankan untuk tidak dilakukan sementara karena situasi darurat.

“Kalau dari kami mengimbau tetap supaya mengurangi kegiatan berkumpulnya massa. Karena pada kondisi darurat memang kemarin sedang dibicarakan oleh tim kalau dari Muhammadiyah, ada Majelis dan Fatwa, itu yang sedang diskusikan tetapi saat ini memang sementara mengimbau untuk menghindari kegiatan berkumpul massa, terlepas itu memang untuk salat Jumat kita mengimbau sebaiknya dihindari karena kita tidak tahu apakah ada orang yang terkena atau tidak, kan seperti itu,” kata pemimpin Muhammadiyah COVID-19 Command Center, dr Corona Rintawan.

Tak ketinggalan, PBNU turut mengingatkan Gatot. Mereka mengungkapkan hadis tentang lockdown saat wabah di zaman Rasulullah SAW.

“Jadi begini satu MUI juga sudah mempunyai fatwa tentu pasti ada landasannya, landasan bagaimana orang bisa dibolehkan, boleh itu ya namanya oleh bukan wajib. 15 abad yang lalu, Rasulullah telah menyampaikan iza sami’tum biththoun, kalau anda mendengar ada wabah. Bi ardin di satu area di satu tempat di satu tanah di situ, fala tadkhuluha, maka janganlah engkau memasukinya. Wa iza waqoa biardin, ketika terjadi wabah itu di satu tempat wa antum biha, dan anda di tempat itu, fala takhruju minha, maka janganlah engkau keluar dari tempat itu, itu artinya totally lockdown,” kata Ketua PBNU Marsudi Syuhud.

Bagaimana tanggapan Gatot terhadap kritikan yang dilontarkan kepadanya? Ironinya ketika sholat jamaah dihindari, warga masyarakat tetap mendatangi keramaian dalam bentuknya yang lain. Misalnya kasus Kawasan puncak yang justru dipadati pengunjung saat instruksi siswa belajar di rumah saja dan work from home (WFH) dilakukan pemerintah. |WAW-JAKSAT