JAKARTASATU.COM– Pemerintah memutuskan Darurat Sipil dalam menanggapi pandemi coronavirus di Indonesia. Sontak keputusan itu pun membuat pengamat, aktivis, dan politisi tampak gerah.

Pasalnya, keputusan itu dinilai bahwa pemerintah seperti lari dari tanggung jawab dan terkesan lebih mengutamakan kekuasaan daripada rakyatnya. Di antara yang tapak gerah adalah sbb:

Pengamat politik, Muhammad Said Didu: “Bapak Presiden yth, maaf saya tidak bisa katakan apalagi menilai cara Bapak memimpin di tengah multikrisis ini.

Terserah Bapak ajalah.

Ada UU karantina wilayah yg bisa digunakan – sekarang mau gunakan UU thn 59 utk darurat sipil. Ini semua akal2an untuk:

1. Lari dari tanggung jawab utk penuhi kebutuhan rakyat krn ga ada lagi uang.

2. Lebih mengutamakan kekuasaan daripada menyelamatkan ngawa rakyat.

Ketua Majelis ProDem, Iwan Sumule: Tak ada dasar Jokowi tetapkan “Darurat Sipil” berdasarkan Perppu No 23/1959.

Kita tidak terancam dan bahaya karena:

1. Pemberontakan

2. Kerusuhan/huru-hara

3. Bencana Alam

Covid-19 itu pandemi.

Ngindar tanggung jawab dan tambah kekuasaan. Iya gak sih? ?

(ketika mengomentari berita di salah satu media dengan judul: “Jokowi Tetapkan Status Darurat Sipil”.

Politisi Demokrat, Jansen Sitindaon: Darurat Sipil:

Kewajiban minim

Kekuasaan bertambah

Enak sekali boss!!

Politisi Demokrat, Rachland Nashidik: Kenapa dalam berita Presiden mempertimbangkan darurat sipil? Padahal rejim hukum yang bisa dipakai — UU Bencana dan UU Karantina Kesehatan — sudah cukup kalau targetnya cuma menghadapi Pandemi? Jangan sampai derita rakyat akibat pandemi dimanfaatkan untuk tujuan kekuasaan!.

Akhirnya berita Presiden akan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar tiba. Langkah maju karena memberi pijakan hukum bagi social distancing. Kenapa bukan Karantina Wilayah/lockdown? Menghindari kewajiban negara memenuhi kebutuhan hidup warga yang dikarantina? Duit tidak ada?

RI-JAKSAT