Gedung Pertamina/istimewa

OLEH Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI

JAKARTSATU.COM — Sungguh aneh kebijakan direksi Pertamina saat ini terkait penentuan harga eceran BBM belum juga diturunkan, padahal publik sangat mengharapkan Pertamina segera menurunkan harga setelah mengetahui harga minyak dunia saat ini pada posisi paling rendah sejak 18 tahun terakhir ini.

Lazimnya selama ini penentuan harga eceran BBM dilakukan setiap bulan pada awal bulan, tetapi entah mengapa belum ada tanda tandanya harga mau diturunkan, meskipun sudah ada janji dari VP Corporate Comunication Pertamina Fajriyah Usman pada (23/3/2020) diberbagai media menyatakan bahwa Pertamina akan menyesuaikan harga apabila harga minyak mentah tetap rendah sampai akhir bulan.

Sehingga mulai timbul kecurigaan publik, jangan-jangan Pertamina ingin menggeduk keuntungan yang besar disaat rakyat lebih fokus bagaimana bisa keluar dan selamat dari ancaman penularan Covid 19 yang sangat mematikan daripada mengharapkan harga BBM bisa murah, meskipun akibat adanya kebijakan “stay at home”, ” work from home” dan :physical distancing” di berbagai daerah berakibat tidak terlalu banyak kebutuhan membeli BBM, bisa jadi alih alih mau bantu rakyat, malah terkesan menggunakan kesempatan mencekik rakyat.

Adapun dasar perhitungan harga ke ekonomian BBM eceran yaitu berdasarkan rata-rata harga minyak dunia perbarrel dan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika selama sebulan terhitung mulai tanggal 25 bulan sebelumnya sampai tanggal 24 bulan berikutnya, itulah pembentuk harga dasar BBM, kemudian ditambah biaya transport kapal, biaya penyimpanan, distribusi, margin usaha maksimal 10 %, losses dan PPN serta PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor), pejumlahan semua itulah menjadi harga ke ekonomian BBM eceran disejumlah SPBU, begitulah isi perintah Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014 yang ditanda tangani oleh Presiden Jokowi.

Pasalnya sejak covid 19 merebak di Cina dan banyak negara lainnya telah melakukan kebijakan “lockdown”, serta tidak ada kesepakatan antara negara OPEC dengan Rusia pada pertemuan 6/3/2020 soal pembatasan produksi minyak agar harga minyak bisa stabil akibat pandemi Covid 19. Akibatnya sejak itu harga minyak sudah terjun bebas sekitar 60 % terhitung mulai Febuari sampai dengan akhir Maret.

Salah satu SPBU di Jakarta Pusat. /EWINDO

Sebaliknya pada saat bersamaan nilai tukar rupiah anjlok terhadap dollar Amerika sudah sekitar 15 %. Oleh Karena dua parameter utama penentu harga dasar BBM berubah drastis, seharusnya harga jual eceran BBM Pertamina harus dikoreksi sekitar 40% dari harga sekarang.

Maka semakin lengkaplah penderitaan rakyat saat ini disaat ketakutan ketularan covid 19, tanpa sadar telah membeli BBM Pertamina dengan harga tidak wajar.

Mengingat setiap hari total volume BBM dari berbagai jenis sudah mencapai sekitar 225.000 KL (Kilo Liter), seandainya kemahalan Rp 1000,- perliter saja, maka uang konsumen yang diambil Pertamina bisa mencapai Rp 225 miliar perharinya, bagaimana kalau selisih kemahalannya Rp 2000,- perliter ? Ya silahkan dihitung saja.

Ironisnya harga Fame sebagai bahan bauran Biosolar tetap mahal jauh diatas harga solar murni, biasa jadi saat ini rakyatlah yang memsubsidi konglomerat produsen Fame disaat harga minyak dunia lagi sangat murah, sehingga program B 30 patut dipertanyakan saat ini sesungguhnya menguntungkan siapa?.

Bahkan kalau mau jujur secara ekstrim bisnis, kalau kondisi harga minyak murah ini akan berlangsung lama, langkah menutup semua kilang Pertamina yang tak efisien adalah hal yang realistis, minyak mentah dari hasil hulu diekspor semua, kemudian kita beli semua produk BBM yang sangat murah dari hasil import, maka Pertamina bisa meraih untung besar, sehingga punya kemampuan menyumbang deviden yang lebih besar kepada Pemerintah untuk mengatasi dampak penyebaran Covid 19.

Pertanyaan nya adalah apakah Pertamina masih tega menyedot sisa nafas terakhir rakyatnya?.

Jakarta 2 April 2020