JAKARTASATU.COM – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan tengah terjadi situasi kurang kondusif pada sektor hortikultura. Dikatakannya, komoditas buah-buahan yang tergolong pada produk hortikultura mulai berkembang polemiknya akibat impor dan proses perizinannya.

Ungkap Akmal, kondisi ini membuktikan dan membuka mata semua pihak, bahwa selama ini telah terjadi kekurangdisiplinan dalam penerapan kebijakan, sehingga seolah-olah pemerintah terlihat memihak pada golongan atau perusahaan tertentu untuk diberikan kemudahan dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan buah.

“Saya menegaskan agar impor buah jangan sampai dimonopoli. Satu pemilik tapi perusahaannya banyak. Ini kan yang mengancam kondisi harga buah sekaligus memicu persaingan usaha yang tidak sehat,” kata Akmal dalam keterangan persnya, Rabu (8/4/2020).

Menurut Akmal, izin impor buah harus berdasarkan data yang valid dan neraca kebutuhan buah dalam negeri. “Kalau memang kebutuhan dalam negeri kita kurang, kita impor,” uajr Akmal.

Jelas Akmal, sebenarnya  RIPH dan Surat Persetujuan Impor (SPI) bernomor: 008/PRES/ASEIB/ III/2020 tertanggal 20 Maret 2020 banyak pihak yang mengkritisi, termasuk sejumlah Anggota Komisi IV DPR RI. Namun  beberapa asosiasi dan pengusaha importir hortikultura menanggapi dengan positif mengingat kondisi saat ini sedang serba sulit dalam menghadapi wabah Covid-19.

Tegas Akmal, perlu ada upaya kekompakan dalam menjalankan regulasi yang relatif sensitif terutama berhubungan dengan hajat hidup petani negara kita. Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan di masyarakat yang belum mampu dipenuhi dari dalam negeri menjadi perdebatan yang tidak kunjung selesai. Protes yang dilayangkan sejumlah pihak dari Luar Negeri, kata Akmal, akibat berbagai kecurigaan ada permainan perdagangan di Indonesia, dengan dominannya salah satu pelaku usaha.

Tambahnya, kini telah terjadi saling curiga antar pelaku impor, tambahnya. Kecurigaan itu berupa persepsi siapa yang dekat dengan Kemendag (Kementerian Perdagangan), dia dapat kuota izin, padahal tidak memenuhi kewajiban. Sedangkan yang sudah bersusah payah memenuhi kewajiban berupa memiliki areal tanam dalam negeri untuk membantu petani tidak dapat SPI.

“Saya berharap, pemerintah perlu memberikan ketegasan regulasi yang memihak rakyat banyak, dalam hal ini para petani kita. Mesti dihitung secara cermat penerapan kelonggaran regulasi impor, realokasi APBN dan situasi berkembang di masyarakat akan kebutuhan pangan. Terjadi kekeliruan tindakan, Pemerintah yang akan disalahkan, dan rakyat tidak tau harus kemana untuk mengadu,” pungkas Akmal.*lHER-JAKSAT