Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Bukti percakapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan terdakwa Saeful Bahri terungkap dalam persidangan.

Dalam percakapan melalui WhatsApp (WA), Saeful Bahri melaporkan kepada Hasto bahwa Harun Masiku telah menggeser uang Rp 850 juta. Laporan itu dijawab Hasto dengan “Oke Sip”.

Majelis hakim mendalami jawaban “Oke Sip” dari Hasto tersebut. Namun saat diperiksa sebagai saksi, Hasto mengaku tidak mengingat persis kata “Oke Sip” yang dipertanyakan hakim.

Politisi PDIP itu mengaku sebelumnya telah menegur Saeful Bahri karena telah meminta dana ke Harun Masiku.

Direktur Pusat Pendidikan dan Kajian Anti Korupsi (Pusdak) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Fira Mubayyinah menyatakan kode “Oke Sip” yang terungkap dalam fakta persidangan tidak bisa dikesampingkan.

Menurut Fira, fakta persidangan itu bisa menjadi petunjuk bagi KPK untuk memperluas dan mendalami dugaan keterlibatan Hasto dalam perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI Daerah Pemilihan Sumatarea Selatan I itu.

“Pesan WA ‘ok sip’ merupakan rangkaian dari komunikasi yang dilakukan sebelumnya, sehingga seharusnya fakta persidangan ini tidak dapat dikesampingkan,” kata Fira saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (18/4).

Lebih lanjut Fira menjelaskan, dalam persidangan itu semakin menguatkan dugaan keterlibatan Hasto sebagai petinggi partai dalam upaya memuluskan jalan Harun Masiku sebagai anggota DPR dari pergantian antar waktu (PAW) dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I.

Fira menilai, kode percakapan “Oke Sip” yang disampaikan Hasto patut diduga sebagai jawaban persetujuan atas tindakan Saeful Bahri menerima uang dari Harun Masiku dan menyuap oknum KPU Wahyu Setiawan.

“Yang bersangkutan memang mengetahui dan atau bahkan kata “Ok Sip” merupakan percakapan sebagai persetujuan untuk suatu kegiatan (suap) maka jelas yang bersangkutan dapat terlibat turut serta, dimana dalam ajaran turut serta (deelneming) diatur dalam pasal 55&56 KUHP, setiap orang yang terlibat dalam bagian untuk mewujudkan tindak pidana (medeplegers) harus diadili,” papar Fira.

Selain itu, kandidat Doktor Hukum Universitas Islam Indonesia ini mengatakan, saat Hasto mengetahui ada tindakan suap seharusnya melaporkan kepada aparat penegak hukum. Jika tidak Hasto telah melakukan pelanggaran hukum.

“Hasto ini patut diduga kuat mengetahui adanya perbuatan tindakan suap (Saeful Bahri). Dalam hal seseorang mengetahui saja adanya potensi tindak pidana korupsi dan tidak melaporkan ke pihak yang berwajib maka yang bersangkutan dapat di pidana,” demikian ulasan Fira.

Dosen Hukum Unusia meminta KPK tidak mengabaikan fakta persidangan. Jika tidak ditindaklanjuti maka kuat dugaan KPK tebang pilih dalam mengungkap kasus rasuah yang melibatkan oknum kader partai penguasa pemerintahaan saat ini.

“Bagi saya kalau aparat penegak hukum (KPK) mengabaikan fakta persidangan kemarin dengan tidak mengusut dan menelusuri kronologi percakapan berarti KPK telah melakukan tebang pilih dalam penegakan hukum,” pungkasnya. |(rmol/pojoksatu)/RED