JAKARTASATU.COM– Departemen Pertanian c/q Dirjen Peternakan “berhasil “ menernakkan babi dan ayam lokal varietas baru. Harga jualnya sangat fantastis!

Ternak hewan super dan unggulan ini, bila benar terwujud, bisa membuat para peternak kaya mendadak!

Bakal banyak milyader baru lahir di tengah pandemi. Sangat membantu program pemerintah mengentaskan kemiskinan.

Bayangkan saja harga 1 ekor babi bisa mencapai Rp9 juta. Sementara ayam lokal harganya jauh lebih fantastis. Rp 770 ribu/ekor.

Sebagai bayangan saja. Agar kita mendapat gambaran betapa dahsyatnya ternak unggulan “ciptaan” Dirjen Peternakan itu, mari kita bandingkan dengan harga di pasaran.

Menjelang Hari Raya Galungan pada pertengahan bulan Februari lalu, Dinas Pertanian Provinsi Bali menetapkan harga daging babi per kilo/Rp 26-30 ribu. Di pasaran harganya masih berkisar Rp 50-60 ribu.

Katakanlah seekor babi paling gemuk, babi tambun dengan berat 50 kg. Maka harga per ekor maksimal Rp 3 juta.

Harga ayam lokal di pasaran per ekor sekitar Rp 60-65 ribu. Itupun dalam kondisi sudah bersih. Ibu-ibu tinggal memasaknya.

Jadi harga babi dan ayam itu benar-benar fantastis. Bakal membuat banyak orang berlomba-lomba mengubah profesinya menjadi peternak.

Sayangnya untuk sementara waktu kita harus menahan diri dan bersabar.

Harga hewan ternak yang tembus langit ketujuh itu baru ada dalam anggaran yang diajukan Deptan ke DPR.

Kalau saja anggaran itu lolos dan disetujui oleh DPR, yang bakal kaya mendadak bukan para peternak. Tapi para pejabat di Dirjen Peternakan. Khususnya yang terlibat dalam pengadaan.

Sayangnya pula usulan anggaran itu tidak bakal disetujui DPR. Mata Ketua Komisi IV DPR RI Sudin langsung terbelalak. Rambutnya berdiri. Dia sangat kaget ketika mendapati angka-angka tersebut.

Dalam persentasi laporan refocusing anggaran APBN 2020, Kementan mengalokasikan dana sekitar Rp 26,2 miliar untuk pengadaan 35 ribu ekor ayam.

“Kalau dihitung, satu ekor ayam itu jatuhnya Rp 770 ribu. Coba Anda hitung ulang sekarang. Apakah anggaran satu ekor ayam sebesar itu?” tanya Sudin dalam rapat dengar pendapat virtual yang digelar Komisi IV DPR bersama Eselon I Kementerian Pertanian, Selasa, (28/4).

Sementara pengadaan babi mencapai Rp 5,03 miliar untuk 550 ekor. Total pengadaan babi ini, dihitung nilainya mencapai Rp 9 juta/ekor.

Bagaimana bisa harga babi dan ayam itu melejit demikian tinggi?

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita hanya menjawab pendek.

“Akan kami tinjau dan perbaiki kembali,” ujarnya sebagaimana dikutip tempo.co.

Moral Hazard

Membengkaknya harga-harga yang tidak masuk akal itu tidak bisa hanya dijelaskan dengan jawaban pendek Pak Dirjen. Juga tidak bisa dijelaskan dengan kata” salah input, atau salah ketik.”

Kalau ada kesalahan input atau ketik, paling banter hanya selisih satuan angka saja. Tidak mungkin sampai naik beribu kali lipat.

Publik wajar dong berprasangka ada upaya perselingkuhan menilap anggaran negara. Apalagi sudah terbukti banyak aparat dan pejabat pemerintah yang memanfaatkan situasi di tengah pandemi. Mereka berpesta pora di tengah wabah Corona.

Moral hazard dimana-mana.

Contoh paling nyata dilakukan oleh lingkar dekat Presiden Jokowi. Para Stafsus Milenial. Mereka kini tengah jadi bulan-bulanan, karena terbukti terlibat dalam proyek akal-akalan Pra(nk) Kerja sebesar Rp 5.6 Triliun.

Publik dan khususnya anggota DPR kudu ekstra waspada. Boleh jadi fenomena di Deptan merupakan puncak gunung es dari permainan anggaran.

Coba bayangkan besarnya anggaran yang bisa dimainkan di berbagai kementerian, dan badan-badan pemerintah lainnya.

Apa yang terjadi di Dirjen Peternakan bisa menjadi pintu masuk menyelidiki penyelewengan anggaran di semua instansi pemerintah.

Fenomena ini juga merupakan sebuah ironi besar, di tengah situasi bencana. Pemerintah kalang kabut, cari utang kesana kemari. Mencoba menghemat dan menggeser anggaran mengatasi virus Corona, mereka malah berpesta pora.

Ngomong-omong, apakah di dunia nyata memang benar ada harga babi dan ayam varietas unggul seperti harga yang dipatok Deptan?

Kalau anda tanyakan pada filsuf kontemporer Rocky Gerung, jawabannya cukup mengejutkan. Secara tegas dia menjawab ada.

“Itu harga babi ngepet dan ayam (stafsus) milenial.”

Haduuuuhhhhh……..end

*Pengamat Sosial dan Politik, Hersubeno Arief