JAKARTASATU.COM– Data Agustus 2019 menunjukkan angkatan kerja berjumlah 133,56 juta orang. Sebanyak 126,51 juta orang dengan status bekerja dan sisanya 7,05 juta orang menganggur, sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) adalah 5,28 persen. Seseorang dikategorikan tidak mengganggur jika dalam seminggu terakhir bekerja setidaknya selama satu jam.

Dewasa ini diperkirakan jumlah angkatan kerja sekitar 135 juta orang lebih. Akibat pandemik COVID-19 ada tambahan sekitar 3 juta orang tidak bekerja, baik karena pemutusan hubungan kerja, dirumahkan, dan cuti di luar tanggungan. Dengan demikian TPT naik menjadi 7,4 persen, tertinggi sejak tahun 2009.

image-6.png

*Perkiraan sampai awal Mei. Sumber: BPS

Jika pandemik berkepanjangan, jumlah penganggur tentu jadi bakal lebih tinggi lagi, berpotensi menembus dua digit seperti yang terjadi tahun 2005. Belum lagi dengan memperhitungkan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang terpaksa kembali ke tanah air akibat pandemik global.

Jakarta dan Jawa Barat merupakan pusat pandemik. Banten berbatasan dengan Jakarta. Banten merupakan provinsi yang TPT-nya tertinggi (8,11 persen). Disusul oleh Jawa Barat (7,99 persen). TPT Jakarta juga cukup tinggi dan di atas TPT nasional, yaitu 6,22 persen.

Usia 15-24 tahun adalah kelompok dengan TPT tertinggi (18,62 persen), sedangkan kelompok usia 25-59 tahun hanya 3,01 persen. Penganngur usia muda yang cukup besar ini membuat kondisi kian rentan terhadap gejolak. Mereka berpendidikan cukup tinggi tetapi banyak yang tidak terserap di pasar kerja. TPT tertinggi justru dialami oleh tamatan sekolah menengah kejuruan (10,42 persen), lalu sekolah menengah atas (7,92 persen). Di urutan ketiga adalah tamatan Diploma I/II/III (5,99 persen).

Jadi profil umum penganggur kita adalah berusia muda dan berpendidikan cukup tinggi. Jutaan tambahan angkatan kerja dengan ciri itu niscaya amat sulit terserap di pasar kerja, apalagi kalau pandemik COVID-19 berkepanjangan. Untuk mempertahankan pekerja yang sudah ada saja, dunia usaha sudah babak-belur.

Pemetaan yang seksama atas profil ketenagakerjaan akan sangat mmbantu untuk meredam keresahan sosial. Bukan dengan kursus atau pelatihan online tentunya. Yang paling dibutuhkan adalah cash transfer agar mereka bisa bertahan hidup. Setidaknya butuh dana untuk itu sampai Agustus-Desember.

Segala pembangunan fisik harus ditinjau ulang. Pembangunan ibukota baru sangat bisa ditunda sampai lima tahun ke depan. Anggaran pertahanan sangat memungkinkan dipangkas separuhnya dari Rp122,4 triliun. Juga anggaran kementerian PUPR yang berjumlah Rp95,6. Alihkan separuhnya untuk infrastruktur terkait dengan penguatan sumber daya manusia.

Ingat, kita sedang mengalami keadaan sangat tidak normal. Dibutuhkan tindakan luar biasa untuk menghadapinya. Relokasi anggaran yang dilakukan pemerintah masih mencerminkan kondisi “normal” atau sedikit tidak normal, belum menunjukkan kegentingan yang dihadapi oleh masyarakat luas.

*Ekonom, Faisal Basri on faisalbasri.com