Menyedihkan kalau membaca laporan singkat hasil Rapat Kerja antara DPR Komisi VII dengan Kementerian ESDM pada 4 Mei 2020 yang dilaksanakan secara virtual, ketika Menteri ESDM Arifin Tasrif berkata bahwa pada bulan Mei ini belum perlu menurunkan harga, karena harga BBM negara kita masih jauh lebih murah dari negara lain di Asean seperti Singapore dan Laos, serta diprediksi akhir tahun ini harga minyak akan menguat sampai USD 40 perbarel.
Artinya Menteri ESDM telah menegaskan bahwa penentuan harga BBM di negara kita bukan berdasarkan peraturan dan keputusan Kementerian ESDM yang dia buat sendiri, akan tetapi berdasarkan perbandingan harga BBM di negara Asean dan prediksi harga minyak akan kembali rebound pada akhir tahun.
Ketika seluruh anggota DPR yang ikut RDP mengaminin apa yang dikatakan Menteri ESDM itu, maka menjadi sempurnalah ketidak adilan yang dirasakan oleh rakyat yang mayoritas daya belinya sudah dibawah ambang batas.Kesan kuat DPR telah bertindak bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi lebih melindungi kepentingan Pemerintah dan Badan Usaha Pertamina, Shell, AKR, Total, Vivo dan Petronas, inilah sebuah ironi.
Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika dugaan aroma kongkalikong ini diperkuat oleh barisan media mainstream dan pengamat tak bermoral membuat narasi narasi memang tak perlu harus harga BBM diturunkan cepat cepat, sebentar lagi juga naik, kalaupun diturunkan tak ada pengaruhnya apa apa terhadap daya beli rakyat karena lagi WFH dan PSBB, tentu ini pendapat sontoloyo, karena rakyat miskin tak ada pilihan dirumah bisa mati, keluar rumah ancaman kematian juga ada, ya sudahlah apa jadinya saja, begitulah sikap rakyat yang tak berkemampuan.
Sehingga menjadi benar apa yang dikatakan dalam bentuk satire oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan bahwa saatnya rakyat bersedekah untuk Pemerintah, atau lebih vulgar dikatakan oleh mantan Sesmen BUMN Said Didu bahwa Pemerintah dan Pertamina telah merampok uang rakyat lewat harga BBM yang mahal.
Seharusnya DPR mempertanyakan apakah sudah tepat alasan KESDM tidak menurunkan harga BBM hanya berdasarkan perbandingan dengan harga BBM di Singapore dan Laos saja ?, apakah tidak mempertimbangkan parameter lainnya, termasuk apakah negara itu ada produksi migasnya?, kemudian apakah angka GDP( Gross Domestic Product) nya setara dengan negara kita ?, harusnya membandingkan itu apel dengan apel, bukan apel dengan batu.
Kalau benar berpihak pada rakyat, seharusnya DPR pada kesempatan itu meminta KESDM agar konsekuen dan konsisten menjalankan aturan Kepmen ESDM tersebut untuk melindungi masing masing pihak, yaitu kepentingan Pemerintah berhak memungut pajak, Badan Usaha berhak memungut margin 10% dari harga dasar, tidak boleh lebih, dan rakyat berhak membeli BBM dengan harga ke ekonomian dengan takaran dan BBM berkualitas.
Terkesan kental bahwa anggota DPR tidak peka akan rasa keadilan rakyat atas harga BBM yang dijual Pertamina di SPBU yang mana harga nya sangat mahal disaat harga minyak dunia sdh terjun bebas.
Apa DPR tidak tau atau pura pura tidak tau bahwa begitu kecewanya respon konsumen BBM membuat tagar #TaikluPertamina pada hari minggu sempat trending topic akibat janji Dirut Pertamina memberikan diskon 30% dari produk Pertamax series dan Dex series tidak sesuai kenyataannya dengan apa yg terjadi di SPBU, bahkan dalam rekaman videonya Dirut Pertamina sambil tertawa menghimbau rakyat memborong BBM dan menimbunnya.
Padahal kalau mau jujur, berbasiskan data yang disajikan KESDM itu, maka terhitung 1 Mei 2020 harga Gasoline Ron 92 atau setara Pertamax bisa dijual dengan harga Rp 4.500 perliter di SPBU Pertamina, hitungan itu berdasarkan rata rata MOPS USD 22, 33/bbls dan nilai tukar Rp 15.157/USD periode 25 Maret hingga 24 April 2020.
Apakah DPR tidak bisa melihat adanya anomali harga yang ditetapkan Pertamina sejak awal Febuari 2020 hingga saat sekarang, berdasarkan tren grafik perbandingan harga Solar dan BBM negara Asean yang disajikan dalam dokumen KESDM, semuanya pada 3 Feb 2020 sudah memperlihat trend menurun, kecuali Indonesia tetap datar sampai hari ini, itu semua tampak dari garis merah dalam grafik itu.
Oleh karena itu, akan menjadi lucu dan aneh ketika yang muncul malah rekomendasi dari DPR kepada KESDM untuk merevisi Kepmen ESDM nmr 62 tahun 2020 tersebut, itu ibarat muka buruk cermin dibelah.
Seharusnya DPR Komisi VII sebagai wakil rakyat memberikan alasan kuat mengapa Kepmen ESDM itu harus direvisi, apakah setelah direvisi akan lebih menguntungkan bagi rakyat atau bagi badan usaha ?
Selain itu harus dijelaskan masalahnya dimana, kalau memang Kepmen ESDM telah salah dibuat oleh Kementerian ESDM dan telah merugikan rakyat, atau Pemerintah dan Badan Usaha, ya konsewensinya Presiden harus mencopot Menterinya, karena telah salah membuat aturan soal formula harga BBM yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan berimplikasi luas dalam perekonomian nasional serta berdampak luas pada kehidupan rakyat yang sudah mengalami kesulitan ekonomi diterpa wabah covid 19 yang tidak diketahui kapan pastinya akan berakhir.
Sudah jutaan rakyat yang kehilangan pekerjaan dan dirumahkan akibat PHK dampak covid 19, bahkan sampai sampai ada yang bunuh diri karena tidak sanggup lagi menjalani kehidupan yang dirasa sangat berat ini.
Semestinya KESDM dan Pertamina belajar atau melakukan studi banding kepada Pemerintah negara tetangga seperti Malaysia, yaitu belajar bagaimana mereka bisa merumuskan kebijakan harga BBM dinegerinya standar Euro5 bisa sedemikian murahnya dibanding dinegara kita. Ambil contoh untuk produk BBM sejenis Pertamax Turbo disini dijual Rp 9.850/liter, di Malaysia harganya Rp. 5.300 /ltr, lebih murah dari harga Premium di SPBU Pertamina dijual Rp 6.450/liter.
Jakarta 5 Mei 2020
Direktur Eksekutif CERI
Yusri Usman