JAKARTASATU.COM– Ada sebuah frasa menarik dalam bahasa Inggris yang berbunyi: Too many chiefs, not enough Indians.

Jangan diartikan secara harfiah. “Terlalu banyak kepala (suku), tak ada yang mau jadi orang Indian biasa.”

Frasa itu muncul pasca Perang Dunia II di Amerika Serikat (AS). Menggambarkan sebuah organisasi yang kebanyakan bos, tapi tidak memiliki jumlah staf yang memadai.

Asal-usul frasa bermula setelah PD II,  pasukan AS didemobilisasi. Struktur komandonya njomplang. Kebanyakan Kolonel, dengan jumlah prajurit yang terbatas.

“You can’t have all chiefs and no Indians,” kata Wakil Komandan Angakatan Udara AS Letjen Ira Clarence Eaker.

Belakangan frasa itu juga digunakan untuk menggambarkan  situasi sebuah organisasi, perusahaan “terlalu banyak yang  jadi bos, akibatnya staf,  anak buah jadi bingung.”

Frasa itu kelihatannya kok sangat tepat ya,  menggambarkan situasi Indonesia hari-hari ini. Tapi kalau dipikir-pikir, frasa itu bisa juga kita ubah menjadi: No Chief, too many Indians.

Tidak ada pemimpin, akibatnya para anak buah jadi pada ribut sendiri. Masing-masing mengambil keputusan dan kemudian saling menegasi dan membatalkan.

Akibatnya para staf, apalagi rakyat kelas bawah jadi  bingung. Siapa yang harus didengar dan omongannya dituruti?

Ya soal mudik—psstttt jangan dicampur aduk dengan pulang kampung ya—Anda bingung tidak omongan pejabat mana yang harus kita pegang dan turuti?

Yang satu ngomong boleh mudik, dengan catatan “mempunyai keperluan mendesak. ”Sementara pejabat lainnya menyatakan “mudik tetap dilarang. Titik!”

Saling Membatalkan

Agar dapat tergambar bagaimana proses pengambilan keputusan pemerintah sangat acakadut, mari kita cermati  kronologinya.

Saat  Luhut B Panjaitan menjadi Menhub ad interim, terbit  aturan larangan mudik di tengah pandemi. Peraturan Menhub No 25 Tahun 2020 itu diteken Luhut Kamis (23/4).

Dalam Permenhub tersebut diatur kendaraan transportasi tak diperkenankan keluar-masuk zona merah penyebaran virus Corona. Peraturan berlaku mulai 4 April sampai 30 Mei 2020.

“Adapun ruang lingkup dari peraturan ini adalah larangan sementara penggunaan sarana transportasi umum, baik untuk transportasi darat, laut, udara, dan kereta api, serta kendaraan pribadi dan sepeda motor,” ujar Jubir Kemenhub Adita Irawati.

Hanya sepekan berjalan Kamis (30/4) Adita mengatakan Kemenhub tengah membahas masukan berkaitan aturan larangan mudik di tengah pandemi.

Masukan itu berasal dari Kemenko Perekonomian. Mereka  khawatir larangan mudik mempengaruhi roda perekonomian nasional yang bisa menimpa berbagai sektor.

Bagi yang paham, pengumuman itu tidak terlalu mengejutkan. Sangat mengkhawatirkan dampak ekonomi dibanding kesehatan, sejauh ini telah menjadi madzhab resmi yang dianut pemerintah.

Dalam wawancara dengan RRI Sabtu (2/5) Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan menyatakan tengah mengkaji untuk membuka kembali kawasan wisata Ancol. Pertimbangnya melihat trend perlambatan penyebaran Covid-19.

“Kita berdoa mestinya (kasus penyebaran corona) selesai pertengahan Juni. Atau bahkan dekat-dekat Lebaran, sudah ada sebagian (fasilitas publik) yang terbuka. Misalnya Ancol,” ujarnya

Ahad (3/5) Menko Polhukam Mahfud MD melalui akun twitternya mencuit, akan ada relaksasi PSBB, agar ekonomi masyarakat tetap berjalan.

“Ada daerah yang menerapkan PSBB dengan ketat, sampai masyarakat pun sulit bergerak hingga sulit mencari uang sulit. Namun, di tempat lain ada pula masyarakat yang melanggar aturan PSBB itu dengan mudahnya,” ujar Mahfud.

Senin (4/5) melalui akun youtube milik Sekretariat Presiden menyatakan akan melakukan evaluasi PSBB.

“Ini perlu dievaluasi. Mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan dan mana yang masih terlalu kendur,” ujar Jokowi dalam kabinet terbatas.

Dari berbagai statemen itu pesan yang ditangkap publik akan ada relaksasi PSBB, termasuk aturan mudik.

Selasa (5/5) Adita kembali mengumumkan “”Aturan turunan dari peraturan menteri perhubungan nomor 25 saat ini sedang dalam finalisasi.”

Wartawan kemudian menuliskan judul: “Warga Boleh Bepergian Dalam Situasi Mendesak, Aturannya Keluar Sore Ini.”

Lama menghilang dari publik karena terjangkit Corona, Menhub Budi Karya Sumadi Rabu (6/5) tiba-tiba muncul  membuat pengumuman penting.

Terhitung tanggal 7 Mei pemerintah akan melonggarkan moda transportasi publik.

“Rencananya Gugus Tugas Covid-19 yang akan mengumumkan. Intinya adalah penjabaran bukan relaksasi. Dimungkinkan semua moda angkutan udara, kereta api, laut dan bus kembali beroperasi dengan catatan harus pakai protokol kesehatan,” ujar Budi.

Alasan pelonggaran itu agar perekonomian tetap berjalan.

Penjelasan Budi agak membingungkan. Di satu sisi dia menyatakan pemerintah melonggarkan seluruh moda transportasi. Artinya publik bebas lagi menggunakannya, walaupun diembel-embeli dengan “untuk kepentingan mendesak dan mematuhi protokol Covid-19.

Media dan publik mengartikan hal itu merupakan pencabutan larangan mudik. Untuk apa semua moda transportasi dibebaskan?

Apa iya seperti dikatakannya, hanya  agar anggota DPR dapat kembali ke daerah, bertemu konstituen  di daerah  pemilihan. Bukan untuk mudik.

Tak lama setelah pengumuan Budi, Kepala BNPB sekaligus Kepala  Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo menegaskan mudik tetap dilarang.

“Tidak ada perubahan peraturan tentang mudik, artinya mudik dilarang, titik. Saya tegaskan sekali lagi, mudik dilarang, titik,” kata Doni dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Rabu (6/5).

Tak cukup hanya Doni Monardo, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) merasa perlu harus menjelaskan juga.

“Prinsipnya tetap adalah pelarangan mudik dan pembatasan dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat, pernyataan Menhub itu sebenarnya memuat pengecualian memuat disclaimer yaitu mereka yang boleh melakukan perjalanan itu,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian.

Penjelasan Donny Gahral menjadi perhatian publik. Apalagi detik.com bahkan membuat judul : Istana Luruskan Pernyataan Menhub Soal Izinkan Lagi Transportasi Beroperasi.

Judul itu kemudian diubah menjadi: Penjelasan Istana soal Pernyataan Menhub Izinkan Lagi Transportasi Beroperasi.

Sampai disini masalahnya jadi menarik. Mengapa KSP harus turun tangan. Apalagi kalau benar “meluruskan.”  Apalagi yang melakukan itu hanya seorang staf sekelas Donny?

Apa tidak cukup penjelasan Doni Monardo? Dia Kepala Gugus Tugas yang mendapat mandat untuk penanganan Covid. Lebih otoritatif.

Sebagai Kepala BNPB posisinya juga sekelas menteri.

Bila yang menjelaskan dan meluruskan itu Jubir Istana Fadjroel Rachman masih bisa dipahami.  Dia bicara dalam kapasitas Jubir Jokowi. Atas nama Jokowi yang secara hirarki adalah atasan Menhub.

Kalau toh tidak langsung istana, harusnya yang menyampaikan adalah seorang Menko. Kebetulan Menko Luhut sebelumnya sempat menjabat sebagai Menhub ad interim.

Lha kok ini malah  staf Kaespeh……..

Hmmmmm……No Chief too many Indians.

*Pemerhati Sospol, Hersubeno Arief