M RIZAL FADILLAH

by M Rizal Fadillah

RUU Haluan Ideologi Pancasila jika lolos menjadi UU maka ini akan menjadi UU “Halauan Pancasila”. Pancasila akan terhalau dari NKRI.
Saat ini masyarakat belum begitu peduli dengan permainan kaum nasionalis sekuler dan mungkin komunis yang tengah serius mengolah dan melencengkan arah dan makna dari Ideologi Pancasila.

Pancasila tidak akan lagi menjadi alat pemersatu bangsa. Pancasila akan menjadi sarana bagi perpecahan. Konflik ideologi akan muncul kembali. Bila tak hati hati gara gara RUU “halauan” Pancasila ini maka NKRI berakhir sudah. Pancasila berbau sekular, pragmatis dan komunis sedang dibahas dan digodog. Dengan menitikberatkan pada asas “keadilan sosial” faham materialisme dicoba untuk dikukuhkan.

“the end of the Pancasila’s ideology” pantas untuk disematkan dalam kondisi ini. Delegitimasi dengan cara sukarela atau terpaksa dilakukan oleh beberapa anggota DPR yang terhormat. Mereka hanya menghormati dirinya, partainya, sakunya, atau masa lalunya. Tidak menghormati ideologi Pancasila. Pancasila sedang dimain mainkan.

RUU HIP (dekat HIV) sebentar lagi akan menjadi RUU inisiatif DPR dan ini adalah kesuksesan permainan strategis dari Pemerintah yang bermain manis. Tangan tangan di DPR yang dipanjangkan. Lalu dengan formalitas “masukan semu” dari masyarakat kelak akhirnya RUU ini diketuk oleh Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI menjadi Undang Undang. Ketukan palu godam yang mematikan.

Pancasila pun telah terbunuh. Terjadi pembodohan rakyat seolah-olah Pancasila telah sah sebagai panduan mulia. Padahal Pancasila sudah hilang ruh dari jasadnya. Pancasila menjadi bangkai yang dibanting banting dan dihinakan. Diseret kesana dan kesini.

Sejarah Indonesia akan mencatat dengan tinta hitam dan tebal bahwa telah terjadi kudeta ideologi melalui wakil wakil rakyat yang pekerjaannya itu dibayar mahal.

Masyarakat, rakyat, dan bangsa Indonesia tidak boleh membiarkan hal ini sebelum terlambat. RUU mesti digagalkan menjadi UU. Atau menjadi UU pun harus dengan perubahan mendasar. Pintu bagi tersebarnya faham komunisme dan pengerdilan nilai nilai agama harus dikunci. Jika tidak, UU yang diproduk dipastikan akan menjadi UU penyesatan sekaligus penyesalan.

Materi yang diatur pun sebenarnya bukan yang pas menjadi konten dari sebuah UU akan tetapi yang lebih tinggi dari itu, yaitu Ketetapan MPR. Ada nuansa GBHN yang dimuatnya. DPR dan pemerintah telah “merampok” kewenangan MPR jika RUU HIP ini berhasil menjadi Undang Undang.

Pada tahun 1965 lalu saat rakyat Indonesia menghadapi G 30 S PKI yang cukup berat, maka ada “hands of God” yang menggagalkan percobaan kudeta.
Perlu kewaspadaan terhadap percobaan “kudeta” yang dilakukan lagi saat ini melalui upaya membelokkan makna Pancasila.

Pertanyaannya adalah apakah kita ini akan berbuat atau tidak, mencegah ataukah membiarkan agenda busuk tetap berjalan ?
PKI dan ajaran komunisme/marxisme leninisme yang dianggap sudah tidak berbahaya lagi.
Ketetapan yang tidak menjadi konsiderans.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Bandung, 11 Mei 2020