OLEH Kusairi Muhammad
Tetiba wawancara Deddy Corbuzier (DC) — mentalist yang kini akitif menjadi youtuber dan podcaster dengan Mantan Menteri Kesehatan era SBY, Siti Fadhilah Supari (SFS), ramai diperbincangkan. Bukan hanya diperbincangkan tapi juga diprotes pemerintah, dalam hal ini Kemenko Polhukam. Lalu, apa yang salah dengan podcast DC?
Lepas dari soal prosedur wawacara yang dilakukan DC — mungkin ini yang diprotes, karena SFS masih berstatus tahanan dan tengah menjalani perawatan di RS Gatot Subroto, apa yang menjadi topik dan materi podcast DC menurut saya sangat menarik. DC cukup jeli mengungkap fenomena yang tengah terjadi dan mencari tahu what’s behind the screen persoalan pandemi Covid-19 dan segera menghunting SFS sebagai narasumber utama –sesuatu yang menurut saya tak dipikirkan oleh banyak media mainstream di Indonesia. Kebetulan SFS pernah menjadi tokoh yang pernah “disorot” WHO karena satu-satunya menkes di dunia yang berani memprotes rencana lembaga kesehatan dunia itu menetapkan status pandemi di beberapa negara termasuk Indonesia pada kasus Flu Burung.
Lantaran itu, diduga SFS pun akhirnya harus membayar mahal atas keberanian sikapnya. Karena kemudian dia harus ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di kementerian yang dia pimpin. Dia divonis bersalah oleh majelis hakim atas kasus yang dia sendiri tidak mengerti. Karena anak buah yang dinyatakan bersalah dan mengembalikan uang yang diduga hasil korupsi malah dinyatakan bebas, sementara SFS hingga kini harus meringkuk dalam penjara.
Wawancara yang bersifat investigatif itu menurut saya luar biasa dan patut diberikan apresiasi yang tinggi. Paling tidak, masyarakat atau publik perlu mengetahui sisi lain dari simpang-siurnya fenomena keberadaan dan penyelesian Covid-19 di dunia. Ada yang menyebut ini sebagai manmaid, biological weapon, konspirasi, alamiah (musibah), dan sebagainya. Saya sendiri telah menyimak wawancara itu sampai selesai. Bagi saya SFS telah memberikan inside yang sangat menarik ketika berbicara soal “Politik Vaksin” di dunia.
SFS menceritakan pengalamannya, bagaimana upaya kerasnya ketika menentang kebijakan pandemi Flu Burung yang ditetapkan WHO, terutama bagi negara-negara berkembang sebagaimana Indonesia. Dan ternyata benar, Flu Burung akhirnya memang gagal dan tidak dijadikan sebagai sebuah pandemi. Intinya, fenomena pandemi Flu Burung dalam kacamata SFS telah menjadi bagian dari sebuah konspirasi global, terutama terkait dengan jual beli vaksin flu burung di dunia. Karena informasi yang disampaikan SFS, semua pusat-pusat atau lembaga-lembaga penyediaan vaksin di dunia ikut dimiliki atau dikontribusikan orang yang sama, yaitu Bill Gate.
DC pun tak kalah kritis. Segera menelisik tentang fenomena pandemi Covid-19. Apakah bagian dari konspirasi?
Menjawab itu, SFS memang tidak secara verbal menyebutkan sebagai bagian dari konspirasi ala Flu Burung. Tapi mengingat pola pendekatan kasusnya hampir mirip dengan pola kasus Flu Burung, walaupun tidak secara spesifik disebutkan sebagai bagian dari konspirasi, tapi setidaknya publik yang menyimak wawancara itu bisa menyimpulkan bahwa fenomena Covid-19 memang tidak sertamerta hadir atau muncul sebagai pandemi virus biasa. Apakah lantaran itu Menko Polhukam meradang? Kalau iya, kepentingannya apa?
Bagi kita para pemirsa atau penyimak isi wawancara podcast DC, sebenarnya informasi yang disampaikan oleh SFS menjadi masukan baru dan penting sebagai inside informasi yang kini tengah berkembang dan membosankan. Cuma jadi pertanyaan, kenapa Menko Polhukham sebagai representasi pemerintah harus meradang. Bukankah info yang disampaikan tidak menohok pemerintahan Jokowi, walaupun kini banyak dikritisi ikhwal penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai tidak memuaskan publik. Merasa kecolongan? Ahhh..bukannya dari dulu sering kecolongan Pak Menko?
You, Sri Rahayu, Saifudin Zuhri and 70 others
43 Comments
5 Shares
Like
Comment

Share