Tjahja Gunawan/dok JakSAT
Oleh: Tjahja Gunawan
(Penulis Wartawan Senior)
Apapun alasannya mengancam membunuh orang lain adalah tindak kejahatan melawan hukum. Lalu mengapa wartawan Detik yang menulis kunjungan Jokowi ke Summarecon Mall Bekasi diancam mau dibunuh ?
Apa salahnya wartawan detik ini ? Tapi siapa sih sebenarnya yang mengancam membunuh itu ? Apakah dia (oknum) pendukung Pak Jokowi atau ada pihak lain yang memang sengaja ingin membuat suasana keruh ? Atau itu cuma trik pihak-pihak tertentu saja, untuk mengalihkan perhatian publik dari persoalan besar bangsa ini.
Lagian sewot amat sih, sampai mengancam mau membunuh wartawan? Apakah ada pihak-pihak yang dirugikan dengan pemberitaan Detikcom? Memang agak susah untuk membuktikan siapa orang yang mengancam akan membunuh, kecuali kalau kepolisian mau melakukan penyelidikan dan penyidikan secara serius dan profesional.
Tapi mari kita uraikan dulu duduk perkara dan kronologi masalah ini. Pada awalnya, Detikcom menurunkan berita pada hari Selasa 26 Mei jam 9.10, dengan judul: “Jokowi Pimpin Pembukaan Sejumlah Mal di Bekasi Siang Ini di Tengah Pandemi”.
Kemudian di hari dan jam yang sama, Detikcom menurunkan berita dengan judul:
“Pemkot: Jokowi Siang Ini ke Bekasi Dalam Rangka Pembukaan Mal”. Isi berita ini persis sama dengan judul berita sebelumnya.
Berita tersebut berasal dari informasi yang disampaikan Kepala Sub Bagian Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi. Namun setelah berita tersebut menyebar dan viral, tidak berapa lama kemudian pernyataan Kasubbag Humas tersebut diluruskan oleh atasannya yakni Kepala Bagian Humas Pemkot Bekasi.
Detikcom pun menurunkan berita klarifikasinya dengan judul: “Pemkot Bekasi Luruskan soal Kunjungan Jokowi Cek Persiapan New Normal”. Berita ini dipublikasikan hari Selasa itu juga pada jam 10.42 WIB.
Jokowi berencana mengecek persiapan new normal di Bekasi. “Meninjau Kota Bekasi dalam rangka persiapan penerapan prosedur new normal setelah PSBB, di sarana publik,” ujar Kabag Humas Pemkot Bekasi Sayekti Rubiah, ketika dihubungi detikcom, Selasa (26/5/2020).
Sayekti menyanggah kunjungan Jokowi terkait pembukaan mal-mal di Bekasi. Mal di Bekasi akan dibuka usai hasil evaluasi PSBB. “Kemungkinan, mal itu bisa dibuka hasil dari pemantau evaluasi dari PSBB tersebut,” imbuhnya sebagaimana diberitakan Detik.
Bukan berita hoax
Sepanjang yang saya telusuri di google, sampai hari Kamis (28/5), ketiga judul berita Detikcom diatas tidak berubah.
Artinya, kesemua isi berita tersebut secara jurnalistik dapat dipertanggungjawabkan alias bukan berita hoax. Kalau sebuah berita dibantah atau diklarifikasi oleh nara sumber dalam hal ini Pemkot Bekasi, bukan berarti berita sebelumnya salah.
Berdasarkan penelusuran saya via internet, penulis berita soal kunjungan Jokowi adalah Tim Detik. Sebelumnya nama wartawan yang menulis berita tersebut kemungkinan dicantumkan. Tapi setelah ada ancaman pembunuhan, nama.penulis beritanya diganti dengan Tim Detik.
Sebab menurut keterangan pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, nama penulis yang tercantum di dalam berita Detik menyebar di internet, dari Facebook hingga Youtube. Nah dari medsos itulah, kekerasan terhadap penulis berita tersebut dimulai.
Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris. Dia mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meskipun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan.
“Selain itu, Situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media.
Cara ini dikenal sebagai doxing, yaitu upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers,” kata Asnil Bambani, Ketua AJI Jakarta, dalam siaran persnya, Rabu (28/5).
Selain doxing, kata Asnil Bambang, jurnalis itu juga mengalami intimidasi lantaran diserbu pengemudi ojol yang membawa makanan kepadanya. Padahal, kenyataannya tak memesan makanan melalui aplikasi. Bahkan jurnalis tersebut juga diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal melalui pesan WhatsApp.
AJI Jakarta menilai di tengah upaya Jokowi menggencarkan persiapan New Normal, pemberitaan yang tak sepaham dengan narasi pemerintah tampaknya menjadi sasaran penyerangan. Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Pasal 4 ayat 1-3 menjelaskan, salah satu peranan pers adalah melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Yang menghambat atau menghalangi maupun penyensoran dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
AJI Jakarta mengingatkan para pihak yang bersengketa terkait pemberitaan di media agar menyerahkan kasusnya kepada Dewan Pers untuk menilai dan mengupayakan penyelesaiannya.
Melapor polisi
Terkait ancaman pembunuhan ini, pihak Detikcom sudah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Vivanews memberitakan bahwa pihak Detikcom telah meminta pengamanan dari Polri terhadap jurnalisnya itu.
AJI Jakarta juga meminta agar kepolisian mengusut hingga tuntas ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detik serta meminta agar Dewan Pers turun tangan.
Sementara di Medsos juga beredar Meme yang diberi judul: “Detik Gini Amat”. Meme tersebut selain berisi foto Jokowi juga terdapat screenshot tiga judul berita Detikcom seperti yang dibahas diatas. Lalu Meme itu dengan kalimat tambahan yang berbunyi: “Bikin Hoax Dulu, Pelintir Dulu. Ralat Kemudian. Lalu Apa Tanggungjawab Media Terhadap Hoax yang Terlanjur Tersebar?”
Meme yang beredar di Medsos tersebut adalah suara netizen yang seolah-olah merasa paling benar. Dengan menuduh berita Detikcom itu sebagai hoax. Seperti layaknya sebuah Meme, narasi kalimat yang tertuang didalamnya pun bersifat provokatif.
Misalnya kalimat provikatifnya seperti ini: “Detikcom sengaja merusak apa saja yang dikerjakan Pak Jokowi. Waspadalah !!!! Detikcom sudah berpolitik untuk mencapai sebuah tujuan. Jangan biarkan Pak Jokowi sendirian hadapi media-media jahat. Media penghasut harus dilawan”.
Seperti biasanya kalimat provokatif seperti itu tanpa didukung data dan fakta yang valid. Meski demikian, ujaran tersebut tetap beredar di Medsos. Padahal, sebenarnya kelompok yang merasa dirugikan oleh pemberitaan Detikcom tersebut, bisa mengajukan hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers.
Loh kok tidak bisa langsung mengadukan ke polisi? Lah kan ini termasuk sengketa pers sehingga jalurnya berdasarkan UU Pers, harus melalui Dewan Pers.
Netizen yang cerdas dan memiliki kekuatan dalam literasi, seharusnya berpikir ulang sebelum menyebarkan Meme provokatif tersebut. Alangkah baiknya para Netizen yang menjari pendukung Jokowi, memahami dulu tentang mekanisme kerja wartawan dan kaidah jurnalistik. Nah, kalau sudah melek baru membuat Meme yang cerdas dan mencerahkan masyarakat di dunia Maya.
Terlepas dari itu semua, meskipun liputan Detikcom soal Kunjungan Jokowi ke Summarecon Mall Bekasi hari Selasa lalu, tidak ada yang menyalahi kaidah jurnalistik. Namun, menurut saya, liputan Detikcom soal kegiatan Presiden tersebut kurang komprehensif.
Sebagai sebuah portal berita, seharusnya Detikcom bisa menyajikan berita dari berbagai sisi (cover all side). Ketika terjadi silang pendapat dan informasi antara apakah Presiden hendak melakukan persiapan New Normal atau pembukaan mall di Bekasi, Detikcom seharusnya bisa menyajikan informasi resmi dari nara sumber di Biro Pers Istana Kepresidenan atau pejabat di Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Selain itu Detikcom bisa juga menggali informasi dari pihak manajemen Summarecon Mall Bekasi. Pertanyaannya mendasar saja: Apakah kegiatan yang akan dilakukan Presiden di mal ini ? Justru bagian ini yang dilakukan oleh portal berita Tempo, yang sengaja mewawancarai pengelola mal sebelum kedatangan Presiden Jokowi ke Bekasi.
Sepanjang pengalaman saya menjadi wartawan, mutu suatu berita kerap ditentukan oleh nara sumbernya. Katakanlah misalnya isi suatu berita benar, tapi apakah nara sumber yang diwawancarai itu cukup representatif/otoritatif atau tidak. Kadang orang yang berbicara atau narsum yang menyampaikan informasi kepada publik, ikut menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap media tersebut.
Di dunia birokrasi termasuk di lingkungan Pemda, informasi kepada wartawan biasanya disampaikan langsung oleh kepala daerah atau diwakili melalui Humas. Nah, dalam kasus berita Detikcom, informasi awal yang dijadikan sebagai nara sumber adalah Kepala Sub Bagian Publikasi Eksternal Humas Pemkot Bekasi. Menurut saya, kapasitas nara sumber ini kurang kuat. Katakanlah, Kasubbag Humas ini mempunyai kewenangan untuk berbicara dan menyampaikan informasi kepada media, wartawan Detikcom seharusnya bisa melengkapi sekaligus cross check kepada atasannya yakni Kepala Bagian Humas. Dulu, ketika saya bertugas di lapangan meliput kegiatan Pemda, biasanya yang memiliki kewengan berbicara kepada wartawan adalah Kepala Bagian Humas. Sedangkan staf bagian humas di Pemda, biasanya membantu menyediakan data-data kuantitatif yang dibutuhkan wartawan.
Ooh ya hampir lupa. Jadi siapa sebenarnya orang yang mengancam akan membunuh wartawan Detik ? Saya cari-cari di google, kok engga ada ya. Saya mau nanya ke Pejaten, tapi tidak punya jalurnya kesana. Wallahu a’lam bhisawab.*** (JKST)