Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Negeri Gingseng Korea Selatan (Korsel) yang sempat dipuji dunia atas keberhasilan menahan laju percepatan penularan virus corona (Covid-19), kini sedang mengalami serbuan gelombang kedua Covid-19 setelah mencoba menggelar tatanan hidup baru atau ‘New Normal’ yang baru saja dilaksanakan. Akibatnya, kini Korsel harus menerapkan kebijakan yang lebih ketat lagi menghadapi serangan virus gelombang kedua.

Sekelas Negeri Ginseng saja yang pemangku kebijakannya tidak mencla-mencle, kehadiran negaranya selalu sangat terasa bagi masyarakatnya saat menghadapi pandemi covid-19, para pejabatnya tidak pernah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversi, malah kini harus mengalami serbuan virus gelombang kedua. Maka tak elok dan tak patut pulalah jika kita mau bandingkan Negeri Ginseng dengan negara tetangganya dalam menghadapi virus yang satu ini.

Wajar, normal, layak dan patutlah jika Korsel berani mencoba menerapkan tatanan kehidupan ‘new normal’ karena memang Negeri Ginseng ini berhasil menghalau lajunya penyebaran virus gelombang pertama. Sementara kondisi negara tetangga yang kurva paparan virusnya saja tak pernah melandai apalagi menurun, malah sudah mau menerapkan tatanan kehidupan ‘new normal’. Wajar, layak, patut dan normalkah dengan tatanan New Normal ini? Jangan-jangan pandemi covid-19 ini hanya ditimbang dari sisi ekonomi belaka bukan dari sisi kesehatan?

Sangat nistalah, jika pemangku kebijakan mensejajarkan bahkan hanya menomorduakan keselamatan jiwa manusia akibat dampak virus ini dengan lebih mengutamakan sektor ekonomi. Narasi-narasi indah soal menjaga kebersihan, pembatasan sosial dan lain sebagainya seolah-olah hanya narasi indah dalam lisan saja, sementara sektor ekonomi menjadi fokusnya?

Pelajaran berharga bagi yang mau mengambil pelajaran dari apa yang sedang terjadi di Korsel saat ini soal penerapan tatanan kehidupan new normal. Terlebih lagi yang sangat krusial saat ini anak-anak usia sekolah tak lama lagi harus kembali ke sekolah.

Semoga dapat dipertimbangkan lebih matang lagi jika harus membuka ruang-ruang kelas untuk kegiatan belajar mengajar anak-anak didik, sementara kurva penyebaran virus belum juga menurun.***