JAKARTASATU.COM– Anggota DPR RI, Fadli Zon mengatakan bahwa secara umum, ada tiga persoalan kenapa wacana dan kebijakan”New Normal” ini dianggap buruk. Pertama, otorisasi dan organisasi pengambilan keputusannya kacau.

Pandemi ini oleh Pemerintah telah ditetapkan sebagai bencana nasional, di mana strategi yang dipilih untuk mengatasinya adalah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

“Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2020, penetapan PSBB ini kewenangannya dipegang oleh Kementerian Kesehatan. Namun, otorisasi “New Normal”, yang dalam praktiknya bisa disebut sebagai bentuk pelonggaran terhadap PSBB, alih-alih dikembalikan ke Kementerian Kesehatan @KemenkesRI malah dipegang oleh Gugus Tugas. Ini membuat organisasi pengambilan keputusan jadi tak jelas,” demikian katanya, Rabu (3/6/2020), di akun Twitter-nya.

Kedua, lanjut dia, terkait datanya yang ‘misleading’. Pemerintah mengklaim angka reproduksi Covid-19 Indonesia sudah berada di angka 1,09. Dalam standar WHO, angka ini bisa dianggap terkendali.

“Masalahnya, angka yang digunakan Pemerintah ini adalah angka yang ada di DKI Jakarta. Menggunakan tren perbaikan R0 dan Rt di DKI Jakarta sebagai dasar untuk menggaungkan kebijakan “New Normal” di level nasional jelas ‘misleading’.”

Ketiga, basis datanya menurutnya tak proporsional. Mengutip data Worldometer, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia ternyata memiliki tingkat pengujian yang terburuk di antara negara-negara yang paling terpengaruh oleh Covid-19.

“Sejauh ini pemerintah Indonesia hanya bisa melakukan 967 tes untuk setiap 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang melakukan 46.951 tes untuk tiap 1 juta penduduk, Singapura yg mencapai 57.249 per 1 juta penduduk, atau Malaysia yg berada di angka 16.083 per 1 juta penduduk.”

WHO sendiri menganjurkan syarat minimal pemeriksaan Covid-19 adalah 1 orang per 1.000 penduduk per minggu. Kalau penduduk Indonesia 273 juta, berarti per pekan seharusnya ada tes bagi 273 ribu penduduk.

RI-JAKSAT