M. Rizal Fadillah

JAKARTASATU.COM– Memaksakan Pilkada serentak 9 Desember tanpa peduli pandemi telah selesai atau belum, tentu dapat menimbulkan masalah. Masalah utama adalah dana besar Pilkada yang harus disiapkan di tengah prioritas penanganan covid 19. Baru saja Ketua KPU tanpa malu malu telah meminta dana tambahan 535 milyar untuk membeli APD.

Belum lagi dampak kesehatan. Akan terjadi pengumpulan massa sebagaimana biasanya musim kampanye. Pertemuan-pertemuan dilakukan intensif. Memakai media zoom dinilai tidak efektif. Pemilu di TPS tidak mungkin “zooming”. E-voting dijamin curang. Pada pencoblosan manual saja perhitungan elektronik begitu leluasa dimainkan. Ditambah kemungkinan adanya “hacker” maka kecurangan diprediksi semakin besar. Lembaga Pengawas terbatas perannya jika covid 19 masih mengintai.

Juli 2020 harus sudah mulai pentahapan artinya data pemilih dan verifikasi telah mulai. Sementara “physical distancing” dipastikan masih berlaku. Tidak cukup bermodal masker dan sanitizer. Bila tak ingin berjatuhan korban khususnya para petugas. Atau kita sudah terbiasa “menumbalkan” petugas dengan kematian tak terverifikasi ? Jangan berulang mengentengkan urusan kesehatan dan nyawa.

Ketika Perppu dan UU dibuat untuk penggunaan dana corona yang katanya “darurat” sehingga tak bisa diawasi, ketika ibadah haji ditunda dan dana APBN digunakan untuk penanggulangan pandemi, eh soal Pilkada yang semestinya bisa diundur atau ditunda malah dipaksakan waktu pelaksanaannya. Rakyat dipaksa digiring fikiran dan orientasinya pada Pilkada.
Sungguh tidak bijak.

Presiden juga masih “tidak jelas” sikap antara kampanye “new normal” dengan kekhawatiran akan belum stabilnya angka ODP dan PDP. Masyarakat masih “stay at home” dan “work from home”. Begitu juga PSBB di beberapa daerah dilakukan perpanjangan waktu. Kini aneh jika rakyat atau masyarakat sudah harus berkonsentrasi pada kegiatan politik di daerah.

Menunda Pilkada adalah pilihan bijaksana. Sense of crisis harus tetap dibangun dan ditanamkan. Jangan berdemokrasi setengah hati. Pilkada dengan banyak pembatasan akan melanggar hak-hak politik warga. Tunggu waktu yang tepat. Orang beribadah haji saja sampai ditunda. Tempat umum dibuka juga baru coba coba. Tundalah Pilkada.

9 Desember 2020 terlalu dekat dan spekulasi tinggi bahwa pandemi telah selesai. Di tengah ketidak pastian dunia, baiknya canangan Pilkada minimal adalah tahun 2021. Itu lebih rasional sehingga Ketua KPU tak perlu mengemis dari sekarang minta tambahan 535 Milyar hanya untuk APD.
Menggelikan sekaligus menyedihkan.

Bandung, 7 Juni 2020

*Pemerhati Politik dan Kebangsaan, M Rizal Fadillah