Djoko Edhi Abdurrahman (Wasekjen DPP KAI, Wasek LP Bantuan Hukum PBNU, mantan Komisi Hukum DPR)./ist

By Djoko Edhi Abdurahman (Wasek LPBH PBNU, Wasekjen DPP KAI, Mantan Komisi Hukum DPR).

Ahmad Basarah menyuruh Gus Nabil, menyanggah tulisan saya “Disertasi Ahmad Basarah Ngaco”. Jadinya bukan menyanggah tapi membully.

Gus Nabil itu tak punya kemampuan intelektual. Apalagi untuk menyanggah tulisan ilmiah. Ia belum pernah menulis artikel. Bonek saja. Gus Nabil itu anak kemarin. Cuma terpilih di Pemilu lalu sehingga masuk Anggota DPR dari FPDI. Gus Nabil itu bisa di otot, bukan di otak, tenaga pencari sumbangan PBNU. Sebelum Pemilu, Pagar Nusa muktamar, ia terpilih. Dulu kantor Pagar Nusa di lantai 7 Gedung PBNU adalah kantor saya, LPBH. Kini LPBH pindah ke lantai 5. Saya masih di situ sampai sekarang. Masih sebagai Wasek LPBH. Yang ditulis Nabil itu salah. Seolah ada pemecatan. Yang pasti, jika ada surat itu, pasti selesai di pengadilan. Cuma agak segan saya kepada PBNU, karena di Pilpres lalu, saya jadi Dewan Pakar di PBN Prabowo Sandi. Sementara Prabowonya nyebrang ke Jokowi, sementara Jokowi nya jadi Presiden Ilegal oleh Putusan MA No 44.

Nabil, baru 11 bulan jadi anggota, berbohong terus. Tak boleh itu. Jangan tiru Basarah, disertasi saja bohong. Malu-maluin PBNU ente. Saya dulu, jadi bintangnya DPR dari PAN. Dan tak suka berbohong.

Gus Nabil disuruh menyanggah tulisan saya tentang disertasi, ya mabok. Baca disertasi saja, ia belum pernah. Yang pasti, Pancasila 1 Juni nya Basarah, lenyap ditelan kasus HIP. Tak ada Pancasila 1Juni 1945. Itu pidato Bung Karno. Wacana. Diskursus. Ada 34 orang yang berpidato saat itu di BPUPKI, salah satunya Bung Karno. Di hari itu, ada banyak yang berpidato yang menyebut Pancasila. Ada Yamin, Soepomo, etc.

Disertasi Basarah dan RUU HIP adalah circumtances evidence untuk Pasal 107b, 107c, 107d, 107e. Makar. In process. Tabik.***