JAKARTASATU.COM – Dana Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud menjadi masalah karena menyingkirkan organisasi besar NU, muhammadiyah dan PGRI, dengan meloloskan lembaga pendidikan elit. Dampak dari penyingkiran itu diperkirakan akan mengaburkan sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Karena tiga lembaga tersebut tidak dapat dilepaskan dari perjuangan memajukan pendidikan di Indonesia, maka, menjadi terasa sangat wajar jika NU, Muhammadiyah dan PGRI cabut dari program kemendikbud.
Meskipun demikian, Nadiem telah meminta maaf dan mengajak kembali NU, Muhammadiyah dan PGRI untuk masuk kembali dalam POP, walau ditolak. Penolakan tersebut bisa jadi karena program POP hanya akan menjadi PHP bagi oragnisasi besar sekelas NU, Muhammadiyah, maupun PGRI, seperti program bantuan membantu kepada pelaku seni dan budaya, yang konon hanya dapat PHP masa pandemi di tetapkan di Indonesia.
Kami dari Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA) mencatat, ada program Kemendikbud yang diprogramkan untuk membantu pelaku seni dan budaya yang terdampak covid-19 pada pendataan yg dilakukan dalam tenggat waktu Maret-April, prosesnya, program tersebut sudah mendata sebanayak 29.781 pelaku seni dan budaya yang terverifikasi, dengan bantuan sebesar Rp1juta per-kepala.
Namun, pada pertengahan Juli 2020, program bantuan untuk pelaku seni dan budaya terdampak covid-19 malah ditutup tanpa kepastian yang jelas. Program bantuan untuk pelaku seni dan budaya malah tidak dapat diakses lebih lanjut. Padahal di waktu yang bersamaan, seharusnya program tersebut harus melaksanakan pencairan terlebih dulu.
Maka dari itu, Kami meminta kepada Kemendikbud untuk memberikan keterangan yang jelas terkait program bantuan tersebut. Karena ini menyangkut hak masyarakat pelaku senin dan budaya yang sudah mengikuti program tersebut, terlebih lagi diantara sekian banyak yang mendaftar merupakan guru seni dan budaya yang aktif mengajar di sekolah maupun sanggar seni dan budaya yang berprestasi.
Selain itu, banyak pula pelaku seni dan budaya yang mendaftar mengantungkan nasibnya pada bantuan tersebut, karena di sisi lain, pelaku seni dan budaya tidak menjadi prioritas pembelajaran di sekolah-sekolah.
Selain itu, kami meminta juga kepada KPK maupun BPK untuk mengusut dana yang berpotensi membuat kerugian negara atas satu program perlindungan pelaku seni dan budaya sebesar Rp29.718.000.000.
Sehingga KPK harus memanggil dan meminta keterangan dari Nadiem selaku menteri yang bertanggungjawab atas program dan kebijakan perlindungan pelaku seni dan budaya. Jika dugaan dana itu hilang tanpa tuan, atau bahkan dugaan dana itu di korupsi menjadi benar adanya, maka janji KPK atas hukuman mati bagi penyalahgunaan dana covid-19 harus juga direalisasikan oleh KPK.****
Adri Zulpianto
Kord. ALASKA
(Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran)
Lembaga CBA,
Lembaga Kaki Publik.