Lagi musim sepeda yang tak terbendung. Hebohnya kemana-mana. Seperti sedang saat masa PSBB publik berdiam di rumah adem dan sunyi, kini ramai benar diluar dengan bersepeda. Terutama diakhir pekan. Ditambah sejumlah area car free day (CFD) sudah dibuka. Seru juga sih…

Soal sepeda ini saya punya kisah. Tahun 1985-an sewaktu saya SMP adalah sembalap sepeda. Eit kenapa sembalap….Ya kalau pembalap rasanya sudah kencang banget, kata kawan saya Edri Panca bahwa pembalap = pemuda berbadan gelap, sementara yang menyebut saya menyebut sembalap = seorang muda bawaannya melahap, maksa dikit sih. Tapi karena saya tidak berbadan gelap ya saya sukanya sebutan Sembalap. Dan punya banyak keinginan apapun.

Sebuah foto diatas saya yang pernah jadi sembapap. Foto ada biar tidak disebut Hoax saya pernah jadi sembalap tahun 1985. Foto masa zaman SMP saya ikut Balap Sepeda Circuit Bunga Tulip Cup IV-Kedutaan Belanda di Bandung yang depan adalah Om Fredy Yahya Pelatih Balap Sepeda sasya dari klub yang saya ikuti (STP Sangkuriang-Bintim).

Saat itu alhamdulilah saya sempat juara untuk kategori Pemula Balap Mini dalam sejumlah event.

Ini juga bukti medali masih saya simpan sejak tahun 1985 ….hehehe saya pake sepeda merk Shimano, sebuah sepeda legendaris Jepang. Tahun 2018 saya juga sempat berkunjung ke museum sepeda Shimano asal Jepang ini yang di buka di Kalang Stadium Singapura, saat itu saya bersama seorang pelukis Andi Sopiandi dari Bandung dan dosen Seni Rupa Itenas Rizki Wisnu Soemadipradja. Perjalanan Shimano diurai di museum itu. Shimano industri dan teknlogi Jepang yang memang luar biasa.

Edri Paduka Prapanca melihat foto itu kaget dan bilang: Wah ternyata… Pernah jadi pembalap padahal kulit kang Aendra putih. Ya saya hanya sembalap yang pembalap senior-senior waktu itu ada Yusuf Kibar, Robi Yahya, Enceng Durahman, Gatot Sanjaya, Joni Harun dll, masih banyak lagi yang jelas zaman itu Jabar banyak yang jago balap sepeda, bahkan pelatih senior mungkin pernah tahu yang saat itu pernah disebut raja jalanan dan tanjakan juga pembalap kawakan Munaif Saleh dulu sangat terkenal Banget, ini sekdara menyebut nama-nama besar dalam dunia balap sepeda saat itu.

Untuk Edri saya juga bilang warna kulit tak menentukan dalam bersepeda yang menentukan adalah betis bro…hahaha. Coba bayangkan bagaimana waktu itu dari KM 0 BDG ke Lembang 30 KM hehehee nanjak banget kadang sampai Pintu dan kadang Tangkuban Perahu atau dikenal Alpen Trophy versi Indonesia- atau kelas datar ke Timur BDG Cicalengka sampai Garut atau jalur Sumedang.

Kembali ke musim sepeda sebelum nama sebuah sepeda termahal mencuat karena di selundupkan masuk cargo pesawat, dan korbannya Dirut Garuda di copot. Dan merek sepeda ini makin laku di Indonesia. Harga Sepeda ini ratusan juta. Dan yang bikin heboh lagi nelum lama ini, publik tengah dihebohkan oleh sepeda Brompton ada curian dari Inggris yang terdeteksi dijual di Tanah Air. Ah Indonesia….

Sepeda Brompton itu sempat terdeteksi diperjualbelikan di Indonesia pada akhir Juni 2020 lalu. begitu tulis laman Pikiran Rakyat (17 juli 2020). Bukan sembarang sepeda, sepeda Brompton tersebut merupakan edisi spesial lantaran hanya diproduksi untuk tenaga medis yang tengah berjuang melawan virus corona baru (Covid-19) di Inggris.  Sebuah berita mengejutkan juga bahwa pabrik sepeda Brompton di Jerman Tutup Habis Stok diborong orang Indonesia, itu berita muncul dilaman Galamedia.com. Keren yang borong orang Indonesia juga.

Jadi saya ini sebagai mantan Sembalap hanya ini berkisah dikit saja yang diatas tadi. Dan kini bersepedahan saya paling sepekan sekali saja. Itupun bukan harus ngebut-ngebutan cukup gowes toh bukan pembalap sih tapi dari dulunya ya Sembalap…. Yuk ah…Ngopi Pagi dulu saja nanti kita cerita lagi soa lainnya…

CATATAN JAKARTASATU

@AENDRAMEDITA