OLEH Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Desas desus, Makruf Amin akan diganti. Maksudnya, dilengserkan dari kursi wapres. Isunya makin santer. Bahkan kabarnya, sekenario ini sudah direncanakan sebelum pilpres 2019. Namanya juga kabar. Bisa benar, bisa tidak.
Dari sisi politik, jika benar, kabar ini tak terlalu mengejutkan. Sebab, posisi Makruf Amin lemah. Tidak punya partai, dan dianggap tidak sepenuhnya merepresentasikan kepentingan Nahdhiyin, organisasi asal Kiyai Makruf ini.
Menjadi wapres, tapi Menteri Agama malah lepas dari NU. Kerja dan dukungan PBNU untuk kemenangan Jokowi-Makruf total. Tapi, kompensasi yang diberikan kepada NU tak sebanding.
Sebagai vote getter, pilih Makruf Amin sebagai Cawapres cukup efektif. Kantong suara Nahdhiyin bisa diambil. Terutama untuk mengimbangi suara umat Islam yang anti terhadap Jokowi. Khusunya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jika Makruf Amin diganti, bagaimana respon PKB dan PBNU? Yang pasti, Makruf Amin tidak mewakili PKB. PKB punya jatah sendiri di kabinet. Untuk PBNU, jika posisi Menteri Agama kembali diserahkan kepada kader NU, ini akan melegakan. Proporsional! Sebab, banyak garapan Kemenag itu ada di wilayah NU.
Mungkinkah posisi wapres ditukargulingkan dengan Menag? Sepertinya PBNU tak keberatan. Sebab, pegang Kemenag bagi NU bisa jadi lebih banyak manfaatnya dari pada posisi wapres.
Lalu, apa alasan konstitusional mengganti Makruf Amin? Mengundurkan diri dengan alasan udzur itu dibenarkan oleh konstitusi. Simple!
Siapa yang menggantikanya? Yang pasti bukan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Kiyai Said Aqil Siroj (SAS). Kabarnya, ada dua kandidat yang sekarang sedang bersaing untuk mengincar posisi itu. Siapa? Budi Gunawan dan Prabowo Subianto.
Budi Gunawan orang dekat Megawati, ketua umum PDIP. PDIP cukup besar jumlah kursinya di DPR jika nanti terjadi pemilihan di parlemen. Tapi, Jokowi nampaknya lebih sreg ke Prabowo Subianto untuk mendampingi dirinya.
Kenapa? Pertama, selama ini Jokowi selalu berhasil menghindari koptasi Megawati. Pilihan ke Luhut Binsar Panjaitan (LBP) selama dua periode kepemimpinannya adalah bentuk nyata dari upaya Jokowi menghindari koptasi Mega. Sementara BG orang Mega.
Kedua, Prabowo tak diragukan loyalitasnya kepada atasan. Jokowi tak perlu risau dan merasa khawatir terhadap Prabowo. Gak akan menelikung atasan. LBP adalah orang yang kenal benar siapa Prabowo. Dituduh menelikung PKS dan Umat, itu soal yang berbeda. Karena PKS dan Umat bukan atasan Prabowo. Ini yang harus dipahami.
Ketiga, Prabowo punya partai Gerindra. Jumlah kursinya juga signifikan. Ini juga bisa jadi alasan kenapa Prabowo mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. Selain alasan untuk persiapan pilpres 2024, Gerindra akan di garda terdepan untuk back up Jokowi. Ini sekaligus memberi pesan bahwa Jokowi merasa aman jika 2024 Prabowo jadi presiden.
Keempat, Prabowo militer. Keberadaan militer sebagai wapres akan menjadi perisai saat Indonesia dihantam krisis. Mesin militer bisa digunakan untuk menghadang jika terjadi demo besar-besaran di masa krisis.
Ingat, Indonesia sudah masuk masa resesi. Pertumbuhan ekonomi minus 5,32. Kabarnya bahkan lebih dari itu. Akhir tahun ini negara kehabisan uang. Ini bisa jadi gejolak ekonomi yang berefek pada gejolak sosial dan politik. Di situ peran Prabowo yang berlatar belakang militer menjadi penting.
Siapa yang akan menggantikan posisi Makruf Amin akan bergantung kelihaian kedua partai besar itu bermanuver. Antara PDIP vs Gerindra. Tapi, ada pertanyaan mendasar yang tak boleh diabaikan: apakah Makruf Amin akan legowo untuk mundur? Atau sebaliknya, mantan kader PPP dan PKB ini justru bermanuver untuk mengganti presiden? Ingat, politik itu tidak linier. Apa yang tampak di permukaan dan perencanaan, tak sepenuhnya akan jadi kenyataan.
Jakarta, 10 Agustus 2020