M Rizal Fadillah/FOTO OLAHAN JAKSAT

by M Rizal Fadillah

Sedih melihat TNI diberi bagian proyek corona melalui Inpres No. 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid 19. Fungsi TNI mengalami “pergeseran” dari yang ditentukan UU No 34 tahun 2004 tentang TNI.

Dalam Inpres No. 6 tahun 2020 TNI bertugas melakukan pengawasan, patroli, dan pembinaan. Hal ini bertentangan dengan peran TNI menurut UU No. 34 tahun 2004 yaitu “TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara” ( Pasal 5).

Dalam Pasal 7 memang TNI berfungsi untuk membantu Pemerintah Daerah dan Polri (ayat 2 butir 9 dan10) namun perlu difahami posisi dan fungsi TNI hanya bersifat membantu saja.

Masalah covid 19 ternyata erat dengan proyek penganggaran yang “bebas hukum” sebagaimana dimaksud oleh Perppu 1 tahun 2020 yang telah menjadi UU No 2 tahun 2020.
Covid ini bisa jadi lahan basah di tengah musibah. Inilah yang dikhawatirkan rakyat.

Kita semua tahu Ketetapan MPR No. VI tahun 2000 memisahkan TNI dengan Polri. Polri telah berlari kencang difasilitasi kebijakan politik pemerintah (bukan politik negara) sehingga ia menempati banyak posisi dan jabatan strategis. Pengamat menyebut “multi fungsi Polri”. Sementara TNI masih terbatas dan fokus pada “pertahanan”.

Dalam konteks ini Inpres No. 6 tahun 2020 yang memberi porsi besar pada TNI atau sekurangnya sama dengan Polri untuk melakukan pengawasan, patroli, dan pembinaan berkenaan covid 19 harus diwaspadai sebagai pembagian lahan untuk “optimalisasi” dana covid 19 yang “bebas hukum” tersebut.

Moga TNI tidak masuk dalam “budget trap” akibat dari keterlibatan penanganan covid 19 sebagaimana diatur dalam Inpres No 6 tahun 2000 tersebut. Terlalu “merendahkan” institusi jika ternyata KASAD hanya menjadi wakil dari Erick Thohir, di samping ironi sekali di tengah kebijakan pelonggaran PSBB justru terbangun kesan “militerisasi”.

Di sisi lain persoalan penegakkan hukum atas pelanggaran protokol itu adalah kompetensi Pemerintah Daerah atau Polri bukan TNI, karenanya TNI tetap harus hati hati dalam menjaga marwah dan kedudukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya UU TNI. Jangan sampai muncul dugaan TNI sebenarnya sedang “dimanfaatkan” saja.

Keterlibatan aktif TNI dalam peningkatan kedisiplinan dan penegakan hukum untuk pandemi covid 19 sangat dipaksakan. Tidak pas.

*) Pemerhati Politik dan Kebijakan Publik

Bandung, 10 Agustus 2020