by M Rizal Fadillah
Sejak awal pengangkatan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina menimbulkan pro dan kontra. Suara sumbang mengaitkan Erick Tohir Menteri BUMN yang mengangkatnya dan Presiden Jokowi sebagai penanggungjawab tertinggi.
Masyarakat sudah mengingatkan bahwa menunjuk Ahok mantan nara pidana dan mantan pejabat “emosional” dan “seenaknya” sebagai penentu di Pertamina adalah menyakiti rakyat dan tak pantas. Kasus penistaan agama yang membawanya ke penjara bukan masalah kecil.
Ahok bukan ahli sekaligus pemimpin yang buruk. Bukan orang yang mampu “bersih bersih”. Kebersihan dirinya selama ini juga diragukan. Banyak kasus yang disorot seperti suap reklamasi, RS sumber waras, lahan Cengkareng, serta kasus-kasus di Bangka Belitung.
Kini di bawah Komisaris Utama teman dekat Jokowi ini Pertamina merugi 11 Trilyun dan hal ini menjadi sesuatu hal yang aneh. Di tengah harga minyak dunia yang turun, Pertamina tidak menurunkan harga. Sejumlah hitungan keuntungan semestinya didapat. Kemana dana lebih ini mengalir menjadi tandatanya besar. BPK seharusnya mulai mengusut.
Erick Thohir sudah didesak untuk mencopot Ahok dan Direksi Pertamina akan tetapi keberaniannya diragukan. Alih alih mencopot bisa bisa Erick yang dicopot “big boss”. Karenanya, kasus orang yang sesumbar bubar Pertamina jika tidak untung ini, sebaiknya dibawa ke ranah hukum. Adili Ahok.
Ada tiga alasan utama. Pertama, Ahok tidak kapok kapok. Kedua, menjadikan Pertamina menjadi sapi perahan. Ketiga, bebal karena tidak merasa bersalah. KPK atau Kejagung mulai mengusut bersimultan dengan pemeriksaan BPK. Kasus Pertamina menjadi kasus berat dari tumpukan kasus Ahok yang ada.
Ahok tidak boleh diberi nafas bergerak bebas. untuk “petantang petenteng” merasa sukses dengan dipidana 2 tahun bisa difasilitasi “menginap” di Mako Brimob. Tidak ada sejarah seorangpun seperti ini. Ahok menjadi pejabat istimewa. Dunia melihat betapa lucu keadaan hukum di Indonesia.
Ahok adalah wajah Jokowi di arena kehidupan politik. Tak mungkin menjadi Komisaris Utama tanpa “kebaikan” sang Presiden. Sulit difahami lolosnya Ahok dari banyak kasus yang membelitnya. Kekuasaan masih menjadi panglima.
Saatnya untuk merubah dan “bersih bersih” dengan membuktikan adanya itikad baik untuk membenahi negara dengan serius. Pertamina bukan perusahaan ecek ecek. Kini diterpa masalah yang tak bisa dilepaskan dari peran Komisaris Utama.
Karenanya rakyat dan bangsa Indonesia kini ingin melihat Ahok bertanggungjawab.
Adili Ahok.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 27 Agustus 2020