OLEH Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Ketika KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) muncul dengan maklumatnya, publik ramai. Umumnya masyarakat positif menyambutnya. Bahkan cukup antusias. Ada dua indikator. Pertama, berita media. Sangat masif pra dan pasca deklarasi KAMI. Kedua, berdirinya sejumlah KAMI daerah.

Meski begitu, ada juga yang kontra. Terutama dari sejumlah elit dan pendukung pemerintah. Mereka nampak gerah dan merasa gak nyaman. Tentu, mereka punya alasan. Soal rasional tidaknya alasan ketidaknyamanan itu, biar rakyat yang akan menilai.

Kegerahan itu terlihat dengan munculnya sejumlah statemen negatif, dan bahkan juga muncul tandingan terhadap KAMI. Lahir komunitas yang mengatasnamakan KITA, KALIAN atau KAMI dengan singkatan yang berbeda. Karena sifatnya reaktif, apalagi hanya sebagai tandingan, biasanya gak lama. Muncul, lalu segera tenggelam. Gerakan tanpa militansi dan orientasi perjuangan biasanya gak bertahan lama. Apalagi jika bergantung biayanya.

Beberapa tokoh membuat tudingan yang cenderung menyudutkan KAMI. Dianggap barisan sakit hati, gak menerima kekalahan, pingin jadi presiden, dan makar. Macam-macam.

Anehnya, mereka yang melakukan kritik terhadap KAMI umumnya tidak bicara substansi. Lima hal yang menjadi bagian dari maklumat KAMI terkait persoalan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan HAM serta Sumber Daya Alam, nyaris tak disinggung. Yang disorot justru organisasi dan para tokohnya dengan berbagai stigma dan tuduhan yang gak perlu.

Perlu baca dulu maklumat KAMI, pahami, lalu diskusi. Kalau sudah baca, lalu sengaja mengabaikan karena dalam maklumat ada kebenaran data, maka tentu ini bukan saja gak fair, tapi juga gak mendidik bagi rakyat.

Mestinya, para pengkritik KAMI baca dan pelajari lebih dulu substansi dan konten maklumat KAMI. Jadikan konten itu sebagai tema diskusi. Adu data dan analisis jauh akan lebih konstruktif, memberi referensi yang baik dan dapat mencerdaskan rakyat.

Tapi, jika yang disoal adalah organisasi gerakan dan para tokohnya, apalagi dengan cara sebar fitnah dan sibuk membuat tuduhan, maka hal ini hanya akan menjauhkan bangsa dari substansi persoalan yang sedang dihadapi. Tahu-tahu krisis. Tahu-tahu bangkrut. Tahu-tahu meledak dan terjadi gejolak sosial. Ini jauh lebih berbahaya. Karena itu, gerakan seperti KAMI dan sejenisnya perlu hadir sebagai alarm, sebelum negara ini makin terpuruk dan terlambat untuk diatasi.

Ada ungakapan: “Orang bodoh selalu melihat siapa yang bicara. Orang pintar selalu melihat apa (konten) yang dibicarakan. Dan orang beradab selalu melihat nilai (value) di balik konten yang dibicarakan”.

Supaya tidak dianggap “bodoh”, semua pihak mesti melihat maklumat KAMI sebagai tema diskusi kebangsaan. Dari sini rakyat belajar dan bagaimana ikut ambil peran menghadapi persoalan negaranya.

Dalam konteks ini, nampaknya KAMI lebih siap. Kesiapan itu terlihat dari kredibilitas para tokohnya yang tampil. Soal ekonomi, ada Said Didu, Ichsanuddin Nursi, Budhiyanto dan Didik J. Rachbini. Rizal Ramli, kendati tak berada di struktur KAMI, tapi selalu mendukung dan satu pandangan dengan KAMI dalam analisis ekonominya.

Soal Hukum, ada Refly Harun, Abdullah Hehamahua, Joko Edy, Ahmad Yani dan sejumlah advokat. Soal politik, ada Gatot Nurmantyo, Husnul Mariyah, Ubaidillah Badrun, Bachtiar Hamzah dan Tamsil Linrung. Soal Sumber Daya Alam ada Marwan Batubara yang aktif menulis tentang persoalan minerba. Soal sosial budaya, ada Din Syamsuddin, Rachmat Wahab, dan Jeje Zainuddin.

Tokoh-tokoh yang jumlahnya ada 150 ini punya kapasitas di bidang masing-masing. Dan terus bertambah jumlah para tokoh yang gabung ke KAMI. Apalagi ada program KAMI berbasis profesi. Kabarnya akan lahir KAMI mahasiswa, KAMI kedokteran, KAMI advokat, KAMI purnawirawan, KAMI buruh, KAMI petani, KAMI nelayan, dan KAMI-KAMI yang lain. Jika ini terealisir, tentu akan menjadi potensi yang besar untuk berkontribusi kepada bangsa, sesuai bidang masing-masing.

Pemerintah bisa manfaatkan mereka sebagai sparing partner dalam membangun gagasan dan kebijakan. Bukan sebaliknya, sibuk mencari kesalahan dan melakukan pembunuhan karakter para tokohnya. Tentu, ini tidak baik bagi proses pembelajaran politik dan demokrasi kita.

Pemerintah dan DPR mestinya berterima kasih kepada para tokoh dan anak bangsa yang ikut membantu secara aktif menyelamatkan Indonesia dari krisis, terutama ekonomi, hukum dan politik. Mereka adalah orang-orang yang peduli terhadap bangsa dan negaranya. Dengan jiwa nasionalismenya, gerakan semacam KAMI inilah yang dapat mencegah terjadinya deviasi, distorsi dan disorientasi pengelolaan negara dari nilai dasar dan cita-cita bangsa. Terutama di tengah DPR yang sedang kehilangan spiritnya untuk menjalankan tugas kontrolnya.

Jangan justru sebaliknya, pemerintah malah merasa gerah dan berupaya mengganjal KAMI. Gak lucu kalau kemudian pemerintah mangambil sikap oposisi terhadap KAMI.

Jakarta, 27 Agustus 2020