JAKARTASATU.COM – Perjuangan Rizal Ramli dkk yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan Judicial review agar ambang batas pencalonan presiden itu Nol persen hampir pasti kandas kalau kubu Rizal Ramli (RR) dkk tidak memperjuangkan agar parliamentary threshold (PT) juga Nol persen, sama dengan presidential threshold (PT). Jadi baik parliamentary threshold (PT) maupun Presidential threshol harus sama sama Nol persen. Langkah RR ke MK untuk mendesak parliamentary threshold (PT) Nol persen dan Presidential threshold Nol persen demi keadilan, HAM dan praksis Konstitusi, bakal mengundang simpati rakyat luas.
Demikian kekhawatiran dan kecemasan mantan ketua Fraksi Partai Bintang Reformasi di parlemen Bursah Zarnubi dan peneliti senior CSRC UIN Jakarta Muh Nabil MA terkait perjuangan Rizal Ramli, Refly Harun dkk di MK. ” Kita khawatir bahwa selama parliamentary threshold (PT) tidak Nol persen. maka Presidential threshold tidak bakal Nol persen, hampir pasti tidak Nol persen,” kata Bursah maupun Nabil.
Kedua sosok ini meminta seluruh masyarakat memperjuangkan parliamentary threshold (PT) Nol persen dan Presidential threshold Nol persen demi keadilan, HAM dan praksis Konstitusi.
Persoalan parliamentary threshold (PT) atau ambang batas partai politik masuk parlemen masih menjadi perbincangan. Ini menyusul adanya gagasan dari partai politik untuk membuat nol persen dalam ambang batas tersebut. Sejauh ini parpol-parpol besar menolak PT nol persen, dan penolakan itu dicurigai berlatar motiv pemerasan parpol-parpol itu kepada konglomerat dan pengusaha untuk meminta dana politik.
Publik mencium bau sangit bahwa kalau parpol-parpol menolak PT nol besar maka motivasinya jelas mau memeras pengusaha dan konglomerat dengan membatasi calon presiden, dan itu merusak spirit demokrasi.
”Yang terbaik pemilu 1999 dimana parliamentary threshold (PT) Nol persen dan Presidential threshold Nol persen sehingga tidak ada pelanggaran Konstitusi dan tak ada penindasan HAM bidang politik ekonomi,sosial dan hak hak sipil terkait hak hak warga negara dan hak parpol untuk duduk di parlemen ,” kata Bursah maupun Nabil.| KFT/RED