Ilustrasi

Oleh Taufan S. Chandranegara

Jejak kesantunan dari tradisi-tradisi, ajaran tata tertib mengolah hidup, tentang kebaikan, tentang tujuan cita-cita. Tergambarkan di seragam para pelajar, pilihan telah diberikan kepada mereka, menentukan masa depan negeri ini. Itu sebabnya keteladanan, wajib, di-contoh-kan, oleh pemangku kedewasaan kepada para pelajar.

Tangis pertama melihat dunia, awal mula kelahiran satu generasi dari keluarga Indonesia. Menuju proses belajar, membaca kalimat pendek, belajar mengenali alfabet, belajar menghapal perkalian angka-angka, penambahan, pengurangan nilai dari sejumlah angka, berkelanjutan. Pertama dalam hidup, menuliskan nama ‘Ayah-Ibu’, di bawah gambar rumah cita-cita, di antara kebun angan-angan di buku gambar-Nusantara.

Takkan lari gunung dikejar, takkan berpindah pula kenang-kenangan, keberanian, kejujuran, kecerdasan, keahlian, intelegensi, hingga spiritualitas pengajaran akal budi. Buah cinta dari keluarga Indonesia bersama guru-guru pendidik, pemberi keteladanan kepada para ananda. Hingga menuju cita-cita mereka, mengolah hidup, membuka mata air dunia, dalam kompetisi-kompetisi selangkah demi selangkah meraih kemenangan.

*

Namun, masih ada saja gangguan frekuensi irasional, niskala lahan perseteruan agitasi olah vokal antar kepentingan mengudara, tercermin di layar-layar media-sosial, tak jua mampu manangkal isu negatif lewat sistem proteksi teknologi, kadang-kadang melewati garis merah, batas moral demokratisasi, isu-isu setara hoax, misalnya.

Nusantara-Indonesia, pemilik kekayaan alam negeri tercinta ini, mungkin, antara lain, akan menulis pertanyaan di langit-Nya, semisal, akankah korupsi berakhir?

Koruptor, berulang kali tertangkap oleh kehebatan, OTT-KPK, tapi tak jua kapok tuh, bagai bunglon adaptif melekat di pohon-pohon dengan kemampuan tercanggih mampu merubah warna, molos mondar-mandir dengan santai, cengar-cengir, melambaikan tangan kepada pemirsa-segala usia.

Apakah korupsi hak-hak hidup generasi. Berani, maju, ke tengah publik, memberi pernyataan, bahwa akan berhenti dari sifat-sifat aklamasi koruptif? Korupsi, dalam bentuknya sebagaimana telah tercermin, kaum koruptor itu, bermental peanuts.

Korupsi haram loh? Berhenti ya, korupsi? Demi memberi keteladanan pada putra-putri Indonesia. Bener nih, ente, koruptor, mau berhenti korupsi? Masih ingatkan, setiap detik rumah ibadah memanggil anda, untuk bersegera, bertobat.

Apakah korupsi memberi cermin edukasi? Enggak dong. Korupsi, merupakan cermin buram kebudayaan negara manapun, itu sebabnya pula, korupsi hidup subur, sejak abad pertengahan-modernisme dunia di tengah arena kultus individu isme-ke-isme, kepentingan simbolik dalam istilah, seolah-olah bahwa isme (A), lebih hebat dari pada (Z) atau lebih baik (Q) dibandingkan sistem isme ha-ha-hi-hi, sebab ho-ho-ho!

Barangkali, persoalan paling mendasar dalam bimbingan keteladanan bukan pada keilmuan setara oral ke-isme-an ataupun, isme hamba, lebih pintar dari isme anda, sebab hamba, berasal atau belajar dari negeri tra-la-la, penganut isme, do-re-mi.

Apakah pula ‘watak terorisme-teror’, nyaris serupa dengan ‘watak korupsi-teror ekonomi’, atau sebaliknya, para nyali tumpul itu-sembunyi identitas, apakah akan sirna?

Kaum ‘teror’, pengecut itu, lempar batu sembunyi tangan setara neo-komunisme, berwajah propaganda multidimensi, bermental banci. Tak sedikitpun memiliki kekuatan tempur terbuka, man to man combat, seperti kemampuan, Jiwa Korsa-Tentara Nasional Indonesia-TNI, sebagaimana telah tertulis dalam sejarah Indonesia. TNI, adalah ‘garda depan’, pelindung negeri tercinta ini, manunggal dengan rakyat-Indonesia Bersatu, bersama Sang Dwiwarna.

*

Berkat alam natural, di ranah tradisi negeri tercinta ini senantiasa bijaksana, dalam tata krama suluk, anti-a-moral, lewat tembang-tembang menanam benih di subak-subak, di ladang-ladang, menyuburkan kekayaan hutan-hutan, menggelorakan kekayaan lautan nusantara, seluas warisan leluhur purba, senantiasa bermanfaat melalui pemerintahan sebening langit ilahi. Semoga ya Allah…

Waktu, sampailah kepada kini, membawa generasi muda, kakak-kakak, adik-adik ‘Satu Nusa Satu Bangsa’, membawa bendera-bendera kebangsaan, secepat cahaya bagai menuju benua-benua melalui keberhasilan kompetisi keilmuan membanggakan di segala lini sektor. Amin.

Setelah melewati masa akil balig, menuju remaja dewasa. Setiap kali sungkeman dengan Ayah-Ibu, khusyuk, terasa mengalir darah, dari etos kebangsaan. Kembali terkenang saat-saat masa kecil menuju remaja, tetap asyik main layangan, main bola bersama teman-teman, main kelereng hingga sore lupa pulang atau tidur siang selepas pulang sekolah, suka merajuk, sebab permen atau layang-layang. Ibunda, senantiasa memaafkan.

Berbincang-bincang, bertukar pikiran dengan keluarga di rumah, dengan Ayah-Ibu, memilih cita-cita. Mau apa atau mau kemana tujuan edukasi selanjutnya. Ibu, senantiasa ada melekat di sukma, selalu. Memberi terang pada pilihan, sepakat, lalu sampai pada Ayah. Lega rasanya, mendapat restu dari Ayah-Ibu, meneruskan cita-cita, mandiri, untuk keluarga serta negeri tercinta. Melihat Ibu, menyiapkan sarapan pagi di meja makan.

Keluarga-Indonesia, adalah sebuah akademi edukatif, sederhana, menjalin renda-renda edukasi, menempa diri para ananda, memberi keteladanan, memahami tata krama-akal budi, sematkan bintangmu teman muda.

Pada kisah waktu kemudian. Edelweiss, simbol keabadian, ketangguhan para pendaki puncak-puncak tertinggi, ada di peraduan orang tua tercinta seiring regenerasi. “Ini bunga abadi para pencinta jagat raya inheren negerinya”, kata Ayah atau Ibu, saat kebahagiaan hadir bersama para ananda, kini telah menjadi Nusantara-Indonesia.

Toga kenangan, telah mewujudkan berbagai cita-cita, ilmu pengetahuan-kebudayaan besar Indonesia, antara lain, jadi tentara, jadi polisi, ahli ilmu-ilmu sosial, tekno-sains, tersimpan dalam lemari kaca di ruang-ruang almamater. Masih tersimpan pula janji pendidikan, kasih sayang, cinta pada Ayah-Ibu, kasih sayang kakak-adik, para guru, pemberi keteladanan.

Telah sampai pula para ananda Indonesia, pada tujuan, seperti pernah tergambarkan di baju seragam sekolah, di buku gambar nusantara. Salam Indonesia Keren-Negeri, para sahabat.

Jakarta Indonesia, September 17, 2020.