Oleh Taufan S. Chandranegara
Tak habis untuk diceritakan figur seorang Dr. Moewardi. Lahir pada 30 Januari 1907. Ia figur manusia Indonesia, tak suka banyak bicara perawakannya tenang berfikir tajam, cepat, terbuka, cerdas sebagai aktivis pelajar, mahasiswa hingga kepanduan.
Moewardi, merupakan salah satu penggagas deklarasi nasional “Soempah Pemoeda” pada Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928, di Batavia, mewakili Jong Java, bersama kawan-kawan pemuda dari wilayah Nusantara pada masa itu. Setelah Moewardi pada 1925, diangkat menjadi ketua Jong-Java cabang Batavia.
Para gurunya di STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandshe Aartsen-sekolah kedokteran khusus bagi pribumi) di Batavia, mencermati kecerdasan Moewardi, salah seorang guru memintanya menjabat sebagai Geneeskundige Hoge School-Sekolah Tinggi Kedokteran bagian Hidung Kerongkongan dan Telinga (THT), untuk menjadi, Beroeps-Assistant atau Asisten Profesor, ia menerimanya, dengan penuh pengabdian.
Moewardi, lahir dari pasangan guru, Sastrowardojo dan Roepeni, putera ke-7 dari 13 bersaudara. Menurut silsilah pihak ayah, Moewardi keturunan langsung dari Raden Sunan Landoh (Syeh Jangkung) sedangkan dari pihak Ibu, masih keturunan Ario Damar-Bupati Palembang. Silsilah singkat itu melekat pada figur Moewardi keturunan darah biru atau ningrat pada zamannya.
Bukan Moewardi, jika diam tak beraktivitas dalam etos perjuangan seperti keinginannya, keras hati, disiplin-cerdas, rendah hati kuat beriman-mencintai negerinya tanpa slogan panjang lebar dalam kata absurd politisasi. Dr. Moewardi, si pekerja keras, aktivis, turut berjuang di ranah pergerakan menuju Indonesia Merdeka, dengan komitmen diri menuju kekuatan persatuan “Soempah Pemoeda”
Bukan Moewardi, jika ia tak melepaskan baju ningratnya, ia ganti dengan baju dokternya mendatangi kampung-kampung becek, miskin akibat tekanan pemerintahan kolonial Hindia Belanda, dari sekitar wilayah kampung Palmerah, Petamburan, Tenebang, Jatinegara, Kebonsirih, hingga pelosok-pelosok Batavia pada waktu era itu.
Bukan Moewardi, kalau tidak cerdas, tekun belajar, berjuang, dengan etos mandiri hingga membuat ayahanda juga ibundanya kagum, lalu ia di sekolahkan ke Europesche Lagere School (ELS) di Pati-Jawa Tengah, tamat dari ELS (1921) Melanjutkan kesekolah Kedokteran STOVIA di Batavia.
Sejak saat itu semangat juangnya untuk bangsanya-negaranya, terutama-bagi kesehatan si miskin, terus bergulir bersama situasi kolonialisme ketika itu. Perjuangannya untuk negerinya, tak terhentikan oleh apapun hingga Moewardi, pada suatu ketika diculik sekelompok orang tak dikenal dinyatakan hilang pada 13 September 1948. Sebuah pertanyaan; Mengapa September?
Hilangnya Moewardi, tetap menjadi misteri sejarah. Keluarganya sekaligus sejarah pun tak bisa menduga, mengapa Moewardi hilang misterius. Meski ia amat gigih melawan Gerakan PKI Madiun-kelompok merah pelaku tindakan makar pada negeri teramat ia cintai di saat Indonesia (Nusantara) dalam tekanan mencekam pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Moewardi, engkau pahlawan bangsa, takkan sendiri. Jika Indonesia yang amat kami cintai jiwa dan raga, kembali akan diganggu kedaulatannya, oleh siapapun, dengan kekuatan apapun, ‘Kami Putra Putri Indonesia’, sebagaimana tertulis dalam teks ‘Soempah Pemoeda’, kami, siap menjagamu negeriku, dengan cara apapun-bersama Tentara Nasional Indonesia-TNI, kami, berkewajiban menjagamu bersama kekuatan, Sang Dwiwarna, dalam berkat ilahi senantiasa. Amin.
Para kerabat, handaitaulan seperjuangan Moewardi di seluruh Nusantara-Indonesia kini, di berbagai organisasi maupun partai nyaris seluruhnya, mohon maaf, mungkin, telah berada di haribaan ilahi. Bagi sahabat-sahabatnya itu, figur seorang Dr. Moewardi, contoh salah satu pemimpin dengan pilihan hidup sangat sederhana, berjuang bersama komitmen di nurani terbening, konsekuen, meski wafatnya memilukan nurani negeri teramat ia cintai.
Tulisan ini masih tak lengkap, tak cukup menuliskan etos perjuangan seorang putra bangsa, Indonesia, Dr. Moewardi, hanya sekadar di halaman ini. Jika ada halaman lebih pun, luasnya tak cukup jua menuliskan riwayat Dr. Moewardi, sebab kemuliaannya sebagai seorang muslim-nuraninya juga bagi negerinya. Suatu kerinduan persatuan penuh cinta, tanpa basa-basi strategis. Salam Indonesia Keren-Negeri, para sahabat.
Jakarta Indonesia, September 19, 2020.