ADA DUA lembaga islam besar (NU dan Muhammdiyah) yang meminta Pilkada 2020 mundur atau ditunda. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda rencana penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang sejatinya akan digelar Desember 2020. Permintaan ini didasarkan pada upaya mencegah kemadharatan yang lebih luas yakni makin meningkatnya kasus Covid-19 di tanah air.
Pun PP Muhammdiyah minta Pilkada Serentak 2020 ini ditunda. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, pun angkat bicara mengenai penyelenggaraan Pilkada 2020 di tengah situasi pandemi COVID-19. Haedar menyarankan agar penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang digelar di tengah pandemi virus corona bisa ditunda pelaksanaannya.
Haedar meminta kepada KPU agar membahas masalah Pilkada Serentak 2020 bersama dengan Kemendagri, DPR, dan instansi terkait lainnya.
“Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membahas secara khusus dengan Kementerian Dalam Negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pemilukada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa,” ujar Haedar dalam keterangan tertulisnya, Senin, 21 September 2020.
Haedar meminta agar kondisi pandemi corona saat ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi penyelenggara Pilkada Serentak 2020. Salah satu pertimbangan adalah kondisi di tengah pandemi Covid-19 dan demi keselamatan bangsa serta menjamin pelaksanaan yang berkualitas.
Baik NU atau Muhammadiyah nampaknya tak didengar. Oleh KPU atau pemerintah. Kesimpulannya tetap jalan Pilkada 9 Desember itu.
Agenda 270 pilkada yang meliputi sembilan provinsi, 37 kota dan 224 kabupaten ini menganggarkan biaya Rp 15 Triliun. Semula dijadualkan 23 September 2020. Alasan masih berlanjut pandemi Corona, lantas diundur 09 Desember 2020. Akibat pengunduran, KPU ajukan anggaran tambahan Rp 4,7 Triliun.
Tentu, sudah disetujui. Total sekira Rp 20 Triliun. Tak kecuali Bawaslu yang minta tambah anggaran Rp 478 miliar. Tambahan biaya itu untuk fasilitasi pencegahan virus Corona. Bila, agenda dimundurkan (lagi) — praktis akan terjadi penambahan anggaran lagi. Belum lagi, anggaran peruntukkan KPU daerah yang praktis dari APBD setempat. Padahal kondisi kas daerah umumnya “limbung”, lagi-lagi tersedot penanganan Covid-19. Waduh.
Bahkan kemendagri dalam hal ini menteri Tito Karnavian mengatakan wacana pilkada mundur gak ada yang jamin 2021 pandemik usai. Lalu menambahkan juga jika Pilkada 2021 akan banyak kekosongan pejabat daerah. Simplenya alasan yang bukan pada soal Pandemi dan kesehatan lebih utama.
Pilkada 2020 jalan terus. Usulan baik dari dua lembaga Islam besar pun nampaknya disepelekan. Ya sudah…mau apalagi. Kita lihat nanti akan seperti apa? Kita mah Ngopi saja, melihat semacam keanehan ini.***
(AENDRA MEDITA KARTADIPURA)
#CATATANJAKARTASATU – 22092020