Setiap kali pemilu presiden menjelang, isu Presidential Threshold selalu jadi kontroversi. Presidential Threshold merupakan ambang batas perolehan suara partai politik dalam pemilu yang bisa menjadi syarat mengajukan calon presiden.

Saat ini, ketentuan Presidential Threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya (pemilu diadakan serentak).

Hal inilah yang ditolak oleh tokoh nasional, Rizal Ramli dan seorang temannya. Karena itu, Rizal Ramli pun mengajukan gugatan judicial review terhadap UU Pemilu tersebut.

Menurut Rizal Ramli, pemberlakukan Presidential Threshold sangat tidak adil dan karena itu bertentangan dengan prinsip dasar negara Pancasila. Seharusnya, katanya, Presidential Threshold tidak diberlakukan, sehingga semua warga negara yang mempunyai hak untuk dipilih bisa mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.

Presidential Threshold atau ambang batas sampai saat ini masih menjadi perdebatan di berbagai lapisan masyarakat. Beragam tanggapanpun mengenai skema dalam kontestasi politik ini sempat mewarnai pemberitaan di Indonesia belakangan ini.

Analis dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat, Gede Sandra pernah mengumpulkan sejumlah negara yang tidak menggunakan skema Presidential Threshold dalam pemilihan presiden. Berikut di antaranya:

  1. Perancis

Di Perancis, sejak tahun 2002 pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung. Tidak ada presidential threshold. Setiap partai politik, bahkan partai politik baru yang belum memiliki suara di parlemen, dapat memajukan kandidatnya. Pada pemilu presiden Perancis yang terakhir pada tahun 2017, terdapat 11 calon presiden yang berasal dari 11 partai politik berbeda. Pemilu berlangsung dua ronde, sehingga banyaknya kandidat bukan masalah.

Sistem yang sangat demokratis seperti ini memungkinkan seorang anak muda (39 tahun saat terpilih), seperti Emanuel Macron, dapat menjadi Presiden Perancis. Macron bukan berasal dari dua partai politik terbesar (Sosialis dan Konservatif) yang sejak lama menguasai perpolitikan Perancis. Setahun sebelum Pilpres Perancis, Macron mendirikan sebuah gerakan politik bernama “En March!”, yang artinya “Bergerak!”, dengan bermodal 100-an ribu followers nya di akun sosial media (Facebook) sebagai anggota partai barunya.

Setelah memenangi pilpres dua putaran dengan suara 66%, beberapa bulan kemudian saat pemilu legislatif, partainya (yang kemudian bernama La Republique En March/LREM) juga menjadi mayoritas di parlemen. Sehingga Macron tidak perlu melakukan praktek “dagang sapi” dalam memilih kabinetnya. Kuatnya sistem presidensil sangat tercermin dalam peristiwa kemenangan Macron di Perancis.

Selain menjadi negeri yang makmur di Eropa (PDB Perkapita: $41.463), Perancis adalah negeri yang juga menjadi kiblat dalam sejarah pemikiran politik dan demokrasi Dunia. Pelajaran dari pengalaman Macron: sistem demokrasi di Perancis memungkinkan rakyatnya -di saat mereka sudah jenuh dengan kekuatan politik lama – untuk memilih alternatif politik yang baru.  

  1. Brazil

Di Brazil, syarat utama menjadi kandidat Presiden adalah dicalonkan oleh setidaknya sebuah partai politik, yang diputuskan melalui mekanisme internal partai politik tersebut. Tidak ada presidential threshold. Setiap kandidat yang didukung parpol dapat maju pilpres. Sistem pemilihan Presiden di Brazil adalah pemilihan langsung, calon yang memiliki lebih dari 50% suara akan menang. Sejak Pilpres tahun 2002 hingga yang terakhir 2018, pemilihan selalu berlangsung dua ronde.

Banyak kandidat bukan masalah. Pada pemilu di Brazil tahun 2018, terdapat 13 kandidat calon Presiden. Lima di antaranya merupakan usungan partai tanpa koalisi. Sedangkan 8 kandidat merupakan hasil koalisi partai-partai.

Sistem yang sangat demokratis seperti ini memungkinkan seorang calon dari Partai Buruh, Lula da Silva, yang berlatar belakang aktivis buruh dapat maju dicalonkan dan menang dalam Pemilihan Brazil pada tahun 2002 yang berlangsung dalam dua ronde. Presiden Lula da Silva, seperti diketahui, merupakan Presiden yang dipandang paling sukses sepanjang sejarah Brazil.

Lula berhasil mengangkat PDB perkapita penduduk Brazil dari $2.810 tahun 2002, menjadi $ 11.200 di tahun 2012. Anggaran pendidikan meningkat dari $17 miliar tahun 2002 menjadi $94 miliar tahun 2012, dan anggaran kesehatan meningkat dari $28 miliar menjadi $106 miliar. Kemiskinan berhasil dikurangi secara signifikan, sekitar 50 juta warga Brazil telah diangkat dari kemiskinan selama Lula menjadi Presiden.

  1. Uruguay

Di negara seperti Uruguay (PDB perkapita: $17.277), sistem pemilihan presiden dilakukan tanpa presidential threshold. Setiap partai politik diwajibkan untuk mengajukan kandidat presidennya masing-masing. Pemenangnya ditentukan dengan sistem dua ronde. Pada pemilu presiden di tahun 2019, terdapat 11 partai politik yang mencalonkan 11 kandidat presiden masing-masing.

Dalam sistem yang sangat demokratis seperti ini, di tahun 2009 seorang petani dapat mencalonkan diri menjadi presiden dan menang. Setelah menjadi Presiden, Jose Mujica namanya, tetap menjalani kehidupan yang sangat sederhana, ia menyumbangkan 90% gajinya sebagai presiden kepada fakir miskin dan koperasi kecil, sehingga digelari sebagai “Presiden Termiskin di Dunia”.

Selama menjabat Presiden, Mujica tidak mau menggunakan rumah dan kendaraan fasilitas kepresidenan Uruguay. Dia tetap tinggal di rumahnya yang sederhana di pinggir kota, dan pulang pergi ke Istana Kepresiden setiap hari dengan menyupir sendiri mobil VW beetle tuanya.

Namun nama Mujica di pentas dunia tidak bisa dibilang kecil. Mujica sangat aktif dalam penyatuan Amerika Latin. Media-media internasional menggambarkan Mujica sebagai “politisi yang paling luar biasa” atau “pemimpin terbaik di dunia”. Beberapa bahkan menyarankan agar Mujica diberikan hadiah nobel perdamaian.

  1. Finlandia

Di Finlandia (PDB perkapita $50.152), negeri yang kualitas pendidikannya nomor satu di dunia ini, sistem pemilihan presiden dilakukan tanpa presidential threshold. Setiap partai politik maupun kelompok independen dapat mengajukan kandidat presidennya. Pemenangnya ditentukan dengan sistem dua ronde.

Pada pemilu presiden Finlandia di tahun 2018, terdapat delapan orang kandidat Presiden. Dua di antaranya berasal dari kelompok independen.

  1. Austria

Di Austria (PDB perkapita $51.461), sistem pemilihan presidennya dilaksanakan secara langsung tanpa presidential threshold. Pemenangnya ditentukan dalam dua ronde. Setiap partai politik dan kelompok independen dapat mencalonkan kandidat presidennya.

Dalam pemilu tahun 2016, terdapat  tujuh kandidat. Empat kandidat dicalonkan partai politik, sementara tiga kandidat dicalonkan kelompok independen.

  1. Portugal

Di Portugal (PDB perkapita $25.100), sistem pemilihan Presiden sangat demokratis. Tidak ada presidential threshold. Setiap partai dan kelompok independen dapat mencalonkan kandidat presidennya sendiri. Pemenangnya ditentukan dalam sistem dua ronde.

Dalam pemilu presiden yang terakhir, tahun 2016, terdapat sepuluh kandidat yang sebagian besarnya tidak didukung oleh partai politik.

  1. Polandia

Di Polandia (PDB perkapita $15.400), sistem pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung tanpa presidential threshold. Pemenangnya ditentukan dalam dua ronde. Pada pemilu tahun 2020, terdapat 6 partai politik yang mencalonkan 6 kandidat presiden.

  1. Russia

Di Rusia sistem pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung tanpa presidential threshold. Pemenangnya ditentukan dalam dua ronde. Pada pemilu yang terakhir, terdapat 8 kandidat calon presiden, 7 orang dicalonkan partai politik berbeda dan 1 orang independen

      9. Bulgaria

Di Bulgaria sistem pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung tanpa presidential threshold. Pemenangnya ditentukan dalam dua ronde. Pada pemilu yang terakhir, terdapat 21 kandidat calon presiden, 16 orang dicalonkan partai politik berbeda dan 5 orang independenUkraina (39 kandidat presiden, 18 partai politik, 21 independen)

  1. Belarusia

Di Belarusia sistem pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung tanpa presidential threshold. Pemenangnya ditentukan dalam dua ronde. Pada pemilu yang terakhir, terdapat 5 kandidat calon presiden, 3 orang dicalonkan partai politik berbeda dan 2 orang independen.

Selain itu ada Ukraina, Kroasia, Rumania, Ceko, Lithuania, Serbia, Slovakia, Slovenia, Siprus, Moldova, Chile, dan Ekuador.

Selain itu, ada Kolombia, Costa Rica, Dominika, Guatemala, Peru, Haiti, Tunisia, Aljazair, Liberia, Nigeria, Ghana, Senegal, Komoro, Kongo, Guinea, Guinea-Bissau, Madagaskar, Mali, Tanzania, Togo, Mauritania, Sierra Leone, Zambia, Kirgistan, Afghanistan, dan Turki.

Di Turki sistem pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung tanpa presidential threshold. Pemenangnya ditentukan dalam dua ronde. Pada pemilu yang terakhir, terdapat 18 kandidat calon presiden, 6 orang dicalonkan partai politik berbeda. (Very-idnws/jaksat)