OLEH HENDRAJIT (GFI)
Sebenarnya soal tangkap-menangkap, entah darimana sumber perintahnya, sebenarnya malah melawan arus balik yang sekarang sedang berproses di tengah masyarakat.
Andaikan benar bahwa penangkapan dimaksud untuk perang urat syaraf menakut-nakuti rakyat, kali ini salah baca dan salah hitung. Karena di balik protes dan gugatan terhadap Omnibus Law, bukan soal demokrasi atau kebebasan.
Omnibus Law digugat karena isinya terkandung maksud untuk mengabaikan hasrat dan hajat hidup orang banyak. Jadi kalau pun penangkapan ini dimaksud sebagai pengalihan isu agar dunia internasional maupun berbagai elemen pro demokrasi di negeri ini digiring untuk fokus pada isu demokrasi dan ham, kali ini nggak mempan.
Karena hakekat Umnibus Law, bukan memperhadapkan pemerintah versus oposisi seperti yang sudah-sudah, karena justru dari kasus Umnibus Law inilah tersingkap bahwa pemerintah dan oposisi justru hakekatnya sama dan melebur jadi satu.
Omnibus Law hakekatnya justru telah menyatukan berbagai elemen masyarakat, bahkan yang dulunya saling berseberangan satu sama lain. Karena Umnibus Law telah memantik ledakan energi kemauan kolektif orang banyak.
Jadi ini bukan soal beroposisi terhadap pemerintah, karena toh yang jadi sumber pemantik gelombang protes ini adalah parlemen, yang mana para politisi partai yang jadi motor disahkannya uu baru ini semuanya merupakan koalisi pro pemeritah. Kecuali Demokrat dan PKS.
Dengan begitu, yang saling berhadapan adalah dua kekuatan, yang satu ingin mempertahankan tatanan lama, yang satunya lagi ingin terbangunnya sebuah tatanan baru yang menginginkan kembalinya jatidiri bangsa untuk bangkit dari keterpurukan. Menghidupkan kembali daulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Maka itu, menurut saya sia-sialah menangkap kawan kita Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan. Karena hal itu merupakan tindakan yang salah alamat.*** (JAKSAT)