Jaya Suprana

Oleh Jaya Suprana

AKIBAT tahu bahwa saya sedang sibuk berusaha mempelajari matematika, maka sang pejuang kemanusiaan dari Jeneponto merangkap mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi sengaja menantang daya matematikal saya dengan mengirimkan sebuah tekateki deret angka sebagai berikut “Dari deret angka ini, coba tebak berapa angka berikutnya : 1028, 905, 1052, 1035, 812, ……. “.

Kombinatorika

Demi tidak mempermalukan diri saya sendiri akibat tidak mampu menjawab tekateki kiriman pejuang kemanusiaan dari Jeneponto yang telah nyata berjuang menyelamatkan para korban prahara Kudatuli dan Mei 1998, maka saya mengerahkan segenap kemampuan artimatikal maupun aljabaral dengan sedikit bumbu kalkulus campur ramuan logika demi secara kombinatorika plus paradoksa menemukan lanjutan dari deret angka yang diajukan sang mahaguru kemanusiaan nan jenius itu.

Pertama saya analisa angka awal dari setiap bilangan pada deret angka tersebut yaitu 1 lalu 9 lalu 1 lalu 1 lalu 8 maka dapat diduga berdasar logika 1, 9, 1, 1, 8, maka angka pada deret angka urutan ke enam seharusnya kembali ke angka 1 sebelum ke 1 lalu 1 lalu 7, sehingga deret angka awal menjadi cukup logis: 1,9, 1,1, 8, 1, 1,1, 7 di mana angka 1 disusul 1,1 maka disusul 1,1,1 sementara 9 menurun ke 8 lalu 7.

Kemudian saya analisa angka akhir dari lima bilangan pada deret angka tersebut yaitu 8, 5, 2, 5, 2 yang agar simetris, maka angka ke 6 sebaiknya adalah kembali 8.
Maka telah berhasil ditemukan angka awal ke 6 seharusnya 1 sementara angka akhir ke 6 seharusnya 8.

Masalah menjadi makin problematis sebab lima bilangan pada 5 deret angka itu ada yang empat, namun ada yang 3 meski tidak ada yang dua. Yang terdiri dari 4 angka adalah 1028, 1052, 1035 sementara yang 3 angka adalah 905 dan 812.

Jika kita tidak gabungkan yang 4 dengan yang 3 angka maka masalah mustahil dapat terselesaikan. Maka sebaiknya kita gabung kembali yang 4 dengan yang 3 sehingga kembali tampil deret angka 1028, 905, 1052, 1035, 812 maka secara logika sekuensal kombinatorika tambahan dan kurangan = 1028-905=123 sementara jarak antara 905 dan 1052 adalah 147 lalu 1052-1035=17 padahal jarak 1035-812=953 yang apabila kita jejerkan 123, 147,17 dan 953 ternyata dua yang pertama bukan angka prima namun angka ke tiga dan ke empat kebetulan angka prima.

Agar tampak menarik karena agak dramatis sebaiknya angka ke enam pada deret angka yang diajukan Sandyawan Sumardi adalah 123-147-17+953 = 912 di mana antara angka 17 dan angka 953, saya sengaja menghindari tanda minus agar keluar hasil angka bukan minus tapi plus sehingga serasi dengan deret angka 1028, 905, 1052, 1035, 812.

Maka dengan gembira dan bangga saya mengirimkan hasil perhitungan keren saya atas deret angka 1028, 905, 1052, 1035, 812 yang secara dogmatis metamatematikal menghasilkan angka lanjutan sehingga tekateki deret angka yang dikirim oleh mahaguru kemanusiaan saya terjawab yaitu 912 ! Eureka !

Hasil Hitungan
Ternyata hasil susah-payah saya menghitung mubazir belaka sebab jawaban 912 tegas dinyatakan total keliru oleh sang pejuang kemanusiaan dari Jeneponto karena sama sekali tidak atau belum diketahui deret angka yang ke enam pada saat naskah ini ditulis.

Ternyata lima deret angka yang ditekatekikan Sandyawan Sumardi adalah versi 1028 halaman draf Omnibus Law yang berada di website DPR sejak Maret 2020 lalu versi 905 halaman yang beredar menjelang pengesahan sebelum versi 1052 halaman pasca editing yang sudah bersih typo kemudian disusul versi 1035 halaman yang dikirim ke presiden dan terakhir versi 812 draf final Omnibus Law yang akhirnya telah ditandatangani oleh para Pimpinan Faksi DPR RI.*** (RMOL/RED)