by M Rizal Fadillah
Gagasan perlunya ada koalisi atau kebersamaan tokoh-tokoh yang memiliki komitmen untuk menyelamatkan bangsa teralisasi dengan Deklarasi 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi Jakarta. Tiga orang tokoh memimpin Koalisi sebagai Presidium yaitu Prof. DR. Din Syamsuddin, Prof. DR. Rochmat Wahhab, dan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo.
Meskipun dengan Jati Diri “tidak ada hubungan organisasional atau struktural” geliat keberadaan KAMI di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota tetap terasa. Deklarasi dilakukan dimana-mana. Meskipun selalu saja ada gangguan dan hambatan. Akan tetapi dengan kegigihan berbasis tawakkal kepada Allah maka KAMI terbentuk di berbagai daerah. Lintas faham, lintas eksponen, bahkan lintas agama.
Spirit menyelamatkan adalah aksi dialogis, aksi kritis, aksi memperkuat nilai-nilai moral ideologis. Gerakan moral bukan untuk membuat rusuh atau merusak. Gerakan yang merekayasa kerusuhan dan kerusakan adalah gerakan nir-moral. Fondasi berdirinya KAMI bukan itu, bukan seperti itu. Kekuatan moral ini yang ditakuti oleh penista moral baik di bidang ekonomi maupun politik.
Penangkapan “bermuatan politis” terjadi bersamaan dengan aksi besar buruh dan mahasiswa untuk menolak RUU Omnibus Law. Syahganda, Jumhur, dan Anton Permana dari Komite KAMI deklarator Tugu Proklamasi ditahan terkait UU ITE. Begitu juga di Sumatera Utara 4 aktivis KAMI ditangkap. Di Jawa Barat Posko Kesehatan KAMI diobrak-abrik. Simpatisan KAMI menjadi tersangka. KAMI Jawa Barat di framing mendanai Demo. Hal yang tentu saja telah dibantah.
KAMI kekuatan baru yang menjadi sasaran pelumpuhan akibat suara kritis terhadap Pemerintah. Menambah target dari yang sudah lama seperti HTI dan FPI. KAMI itu fenomenal karena di samping baru usia 2 bulan, juga merupakan koalisi dari banyak figur cendekiawan, purnawirawan, agamawan, maupun aktivis perjuangan yang cukup berpengaruh.
Terhadap tekanan yang juga berbau fitnah mungkin berdampak bagi KAMI yang secara opsional atau kemungkinan :
Pertama, KAMI goyah dan menurun daya dukung publik akibat serangan pembusukan pihak tertentu. KAMI mengalami goncangan akibat turbulensi.
Kedua, KAMI tetap bergerak namun tidak berlari cepat. Dukungan publik masih cukup besar. Ada sebagian yang awal mendukung terang-terangan menjadi diam-diam.
Ketiga, KAMI semakin memiliki daya dukung yang lebih kuat. Tekanan yang berbau fitnah atau penzaliman justru memberi hikmah pada simpati dan penguatan support untuk melakukan perlawanan moral.
Dari opsi atau kemungkinan yang dapat terjadi, potensi pengembangan KAMI jauh lebih dominan. KAMI tidak akan runtuh, KAMI tidak akan kalah oleh fitnah. KAMI harus dan akan terus melangkah. Kedzaliman mampu berkacak pinggang untuk waktu sesaat akan tetapi tidak akan mampu sepanjang waktu.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 21 Oktober 2020