Beranda Bencana Sistem Digitalisasi SPBU Pertamina Terbukti Gagal Dioperasikan Sudah 7 Kali

Sistem Digitalisasi SPBU Pertamina Terbukti Gagal Dioperasikan Sudah 7 Kali

1479
Aktivitas SPBU milik Pertamina/IST

Terkait adanya sinyalemen biaya invetasi sistem digitalisasi SPBU tidak terekam dalam laporan keuangan Pertamina tahun 2018 dan 2019 adalah benar adanya.

kami secara jujur mengatakan informasi itu benar, karena semua investasi program digitalisasi ini ditanggung dan dikeluarkan semuanya oleh PT Telkom Tbk, dan Pertamina akan membayar nilai investasi itu melalui pemotongan dari sebagian harga setiap liter BBM yang keluar dari nozzle SPBU, itupun jika semua sistem digitalisasi nozzle itu sudah bisa beroperasi.

Perlu diketahui, dalam sistem digitalisasi SPBU (rata rata tiap SPBU ada 5 nozzle), kalau jumlah SPBU seluruh Indonesia ada sekitar 5.518 SPBU, maka setidaknya ada 5 nozzle setiap SPBU, sehingga jumlah nozzle yang harus terekam melalui EDC setiap pengisian BBM ada sekitar 27.590 nozzle.

Adapun kelengkapan yang harus dipasang disetiap SPBU adalah perlengkapan CCTV, EDC ( electronic data capture), dan ATG ( automatic tank gauge), semua harus terpasang dengan berhubungan langsung dengan kantor Pertamina di pusat dan daerah, Kementerian ESDM dan BPH Migas juga bisa memantau secara real time.

Memang, ternyata rencana operasi sistem digital SPBU ini menurut catatan kami sudah tertunda mungkin sekitar 7 kali dari perencanaan semula, yaitu rencananya pada akhir Desember tahun 2018 atau awal tahun 2019 mulai dioperasikan secara menyeluruh, itu sesuai janji pihak Telkom yang diaminin oleh Direktur Pemasaran Ritel Pertamina Mas’ud Khamid pada Agustus 2018, ketika kegiatan ini dimulai.

Program digitalisasi penjualan BBM ini merupakan realisasi tindak lanjut Peraturan BPH Migas nomor 6 tahun 2013 Tentang Penggunaan Sistem Tehnologi Informasi dalam penyaluran BBM, dan merupakan tindak lanjut surat Menteri ESDM kepada Menteri BUMN, sesuai surat Menteri ESDM nomor 2548/10/MEN/2018 tanggal 12 Maret 2018 yang menyatakan bahwa dalam rangka peningkatan akuntabilitas data penyaluran BBM Tetapkan gambar unggulantertentu yang merupakan BBM subdisi tetap seperti Solar sesuai Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014.

Tetapi yang menjadi aneh, mengapa Direktur Patra Niaga Mas’ud Khamid mendadak memblokir pesan whatsapp kami, ketika mengirimkan berita berjudul *Proyek Digitalisasi Pertamina Berantakan dari seorang pengamat pada hari Senin 9/11/2020 jam 15.50, karena sebelumnya pada pada jam 13.14 sudah tekirim berita yang sama, namun dari media berbeda masih diterima Mas’ud Khamid.Pembuktian media whatsapp saya diblokir adalah ketika saya mengirimkan berita yang sama adalah dengan menggunakan nomor Hp yang lain, dan ketika saya pertanyakan mengapa pesan wa soal hak publik ingin mengetahui apakah berita itu benar atau tidak, dia hanya menjawab nomor bapak ada berapa ?, saya dua pak, dia kemudian menjawab salah satu saja dishare saya, kata Mas’ud.

kemudian saya katakan koq model begini ya pola komunikasi bapak ?, maka baiklah saya katakan kita akan berkomunikasi secara terbuka diruang publik melalui media, hanya saya berguman dalam hati kecil apa iya seperti ini yang dikatakan Menteri BUMN Erick Tohir bahwa dia telah memilih direksi Pertamina berdasarkan KPI.

Karena, sebelumnya pada 25 /9/2020 Direktur Enterprise and Busines Service PT Telkom Edy Witjara diberbagai media telah mengatakan ” kami berupaya semaksimal mungkin segera menyelesaikan proses digitalisasi SPBU ditengah keterbatasan situasi pandemi covid 19″.

Adapun program digitalisasi ini, disatu sisi sangat membantu Pertamina bisa secara real time memantau seluruh SPBU sebanyak 5.518 buah dari kantor pusat, terkait kondisi stok BBM di SPBU, volume penjualan dan besaran nilai transaksi pembayarannya.

Namun, disisi lain program ini sangat dibutuhkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas untuk menghitung besaran subsidi solar dan apakah subsidi itu tepat sasaran atau tidak, maka wajar kalau ketua BPH Migas Fasurullah Akbar berang akibat keterlambatan ini, bisa terjadi potensi kerugian negara dalam besaran nilai subsidi yang diterima Pertamina setiap tahunnya.

Tak kalah penting juga, program ini bisa juga memantau penyimpangan penjualan BBM umum kepada pihak industri kebun dan tambang di daeah daerah, apa mungkin ada mafia yg ikut menghambat program ini, monggo penegak hukumnlah yang harus melakukan investigasi lebih jauh.

Oleh karena itu, semua pihak, termasuk BPK, BPKP dan unsur Penegak hukum harus sinergi memeriksa PT Telkom dan siapa patner atau pihak ketiga yang telah ditunjuk PT Telkom tetapi gagal menyelesaikan program digitalisasi sesuai jadwalnya.

Termasuk menelisik berapa ratusan miliar atau triliun rupiah uang Telkom yang telah digunakan untuk program digitalisasi ini perlu dibuka ke publik.

Jakarta 10 November 2020
Direktur Eksekutif CERI

Yusri Usman