by Tarmidzi Yusuf
Pegiat Dakwah dan Sosial
Hari ini Gubernur Anies Rasyid Baswedan dipanggil Polda Metro Jaya. Selang sehari setelah ada laporan polisi, Ahad 15 September 2020. Bandingkan dengan kasus Ade Armando, Denny Siregar dan Abu Janda. Tiga dari sekian orang yang banyak dilaporkan ke polisi tapi tak kunjung diperiksa.
Anies Baswedan Gubernur rasa Presiden ini dituduh melanggar Pasal 93 UU No 16 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Imam Besar Habib Rizieq Shihab pun bakal dipanggil polisi. Tuduhannya pun sama dengan Anies Baswedan. Dugaan melanggar protokol kesehatan. Dugaan yang sama terhadap anak dan mantu Jokowi, Gibran dan Bobby Nasution di Pilkada serentak 2020. Sayangnya, tidak ‘diproses’ seperti Anies Baswedan dan IB HRS.
‘Perang’ antara rezim Jokowi dengan IB HRS dan Gubernur Jakarta Anies Baswedan memasuki babak baru dan mulai ‘perang’ terbuka.
‘Korbannya’ sudah mulai berguguran. Beberapa pejabat polisi dicopot dari jabatannya seperti Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat, Kapolres Jakarta Pusat dan Kapolres Bogor. Alasannya pun sama. Diduga tidak bisa mencegah kerumunan massa IB HRS baik saat di Jakarta maupun saat di Bogor.
Pertanyaannya sederhana. Murnikah penegakan hukum atau aroma politiknya terlalu kental? Sementara kasus serupa yang dilakukan oleh pihak yang dekat dengan kekuasaan tidak tersentuh hukum sama sekali. Misalnya perlakuan yang berbeda ketika kerumunan massa Gibran dan Teguh saat daftar ke KPU Solo. Gibran dan Ganjar Pranowo tidak dipanggil polisi. Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Solo pun tidak dicopot. Apakah ini namanya tidak tebang pilih?
Mungkin pula ada pihak yang merasa terancam posisinya dengan sambutan yang luar biasa terhadap IB HRS. Sebelum membesar dan meluas ‘matikan’ gerakannya. Setelah kasus ocehan lonte murahan tidak mempan mengalihkan perhatian publik terhadap IB HRS.
Kenapa pula Anies Baswedan Gubernur Jakarta yang sangat pro rakyat dan Gubernur yang berhasil menata Jakarta menjadi sasaran tembak?
Setidaknya ada beberapa sinyal yang dapat dibaca publik dibalik pemanggilan IB HRS, Anies Baswedan oleh polisi dan pencopotan beberapa pejabat kepolisian:
Pertama, sebagai upaya mencegah aksi 212 yang bakal digelar 2 Desember yang akan datang di Monas Jakarta;
Kedua, tampaknya ada pihak-pihak yang terganggu dengan kembalinya IB HRS ke Indonesia. Meredam agar tidak membesar dan meluas dukungan publik terhadap IB HRS. Ada yang terancam posisinya;
Ketiga, pemerintahan Jokowi mulai ‘goyah’. Pasalnya, pemanggilan Anies Baswedan serta pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat berselang beberapa jam setelah ada instruksi dari penguasa.
Sehari sebelumnya, Panglima TNI dengan didampingi beberapa komandan pasukan khusus mengeluarkan statement rada ‘mengancam’. Dugaan yang menjadi sasaran ‘ancaman’ mengarah ke IB HRS. Ternyata tak menurunkan tensi kerumunan massa yang mengidolakan IB HRS;
Keempat, kepulangan IB HRS ke Indonesia secara politis menguntungkan posisi Anies Baswedan untuk 2022 dan 2024.
Saat ini belum ada calon dari kelompok ‘seberang’ yang mampu mengalahkan Anies Baswedan di Pilgub DKI tahun 2022. Bahkan, peluang Anies Baswedan untuk terpilih pada Pilpres 2024 semakin terbuka lebar. Cukong-cukong mulai gerah.
Wajar jika Anies Baswedan pun ikut disasar untuk ‘dilumpuhkan’. Sepak terjang Anies Baswedan terus disorot dan dicari celah untuk dijatuhkan. Dari yang bilang amburandul hingga ada yang ingin menampar Anies Baswedan. Baik sebagai Gubernur maupun Anies Baswedan sebagai pribadi. Pembunuhan karakter.
Diamkah ummat Islam bila dua tokohnya diganggu? ‘Ketegangan’ antara ummat Islam dengan rezim Jokowi serta perlakuan yang dianggap tidak adil dan tebang pilih akan makin memperuncing ‘perseteruan’ politik diantara keduanya?.
Babak baru pertarungan politik dimulai. Akankah diam-diam mulai ada ‘pembangkangan’ prajurit kepolisian dan tentara terhadap institusinya? Rumor yang beredar ‘tangan-tangan’ luar ikut ‘bermain’ mengoyang pemerintahan Jokowi yang dinilai banyak pihak mulai goyah.
Bandung, 1 Rabiul Tsani 1442/17 November 2020