Tarmidzi Yusuf Pegiat Dakwah dan Sosial/DOK

by Tarmidzi Yusuf
Pegiat Dakwah dan Sosial

Saya sama sekali tidak kaget ketika mendengar ditangkapnya Edhy Prabowo Menteri KKP dari Partai Gerindra oleh KPK tadi malam.

Menurut hemat penulis ditangkapnya Edhy Prabowo oleh KPK sebagai ‘kecelakaan’ Prabowo dan Gerindra masuk ‘kandang’ lawan. ‘Diterkam’ melalui jebakan untuk merusak citra Prabowo dan Gerindra yang dikenal anti korupsi.

Sederhana saja cara membacanya. Salahsatu rombongan Edhy Prabowo saat pulang dari AS terdapat seorang pria bersorban. Pria tersebut beda ‘perahu’ saat Pilpres 2019. Edhy Prabowo tidak sadar ada ‘orang’ yang menempel kepergiannya ke AS.

Selain itu, ring satu Kementerian KKP dikenal dekat dengan kelompok politik tertentu. Yang juga berseberangan secara politik ketika Pilpres 2019 dengan Prabowo. Bahkan kabarnya akan terjadi rivalitas politik antara Prabowo dengan kelompok politik tersebut pada perhelatan politik 2024.

Cuma saya heran politisi sekelas Edhy Prabowo tidak bisa membaca skenario lawan. Sedang dalam ‘incaran’ lawan.

Lebih heran lagi Prabowo dan elit Gerindra sendiri tidak mewaspadai ‘pergerakan’ lawan. Tidak menutup kemungkinan kasus Edhy Prabowo bakal menyeret adik kandung Prabowo sendiri, Hashim Djojohadikusumo.

Mungkin karena sudah merasa ‘nyaman’ dengan kondisi sekarang. Merasa berada di kandang kawan padahal sesungguhnya sedang berada di kandang lawan. Akhirnya lengah.

Kita masih ingat pertengahan tahun 2020. Heboh mark up proyek pembelian alutsista di Kementerian Pertahanan yang diungkap langsung oleh adik Prabowo, yaitu Hashim Djojohadikusumo.

Mark up pengadaan alutsista senilai USD 50 juta atau setara Rp 50 triliun. Nilai yang sangat fantastis. Hampir setara dengan APBD 10 kota/kabupaten di pulau Jawa. Prabowo ‘lolos’ dari ‘jebakan’ maut. Proyek pengadaan alutsista dibatalkan Prabowo.

Pembatalan proyek alutsista bagi saya tidak semata-mata sebagai prestasi Prabowo. Bisa juga menjadi ‘senjata’ maut bagi Prabowo. Jika Prabowo tergoda dengan proyek prestisius yang telah di mark up. Prabowo the end.

Saya lebih suka menyebutnya ‘perangkap’ lawan untuk ‘membunuh’ peluang Prabowo maju di Pilpres 2024. Suka atau tidak suka sampai hari ini elektabilitas Prabowo masih menduduki nomor satu dibandingkan bakal calon lain yang disebut-sebut akan maju di Pilpres 2024.

Pola ‘menaklukan’ lawan politik di Indonesia sudah santer kita dengar. Jebakan melalui uang, jabatan, proyek dan wanita. Bila keempat hal tersebut tidak mempan ya ‘dibinasakan’ seperti yang di alami oleh IB HRS dan Anies Baswedan.

Mungkinkah Edhy Prabowo sebagai bagian dari target ‘membinasakan’ Prabowo?

Wallahua’lam bish-shawab.

Bandung, 10 Rabiul Tsani 1442/25 November 2020