by Tarmidzi Yusuf
Pengamat Politik dan Sosial

Enam Laskar FPI dibantai secara sadis dan kejam. Ditembak dari jarak dekat. Tubuh korban memar, hangus dan terkelupas. Seperti diungkapkan Sekjen FPI, Munarman.

Drama tembak menembak seperti narasi yang dibangun kepolisian mengundang keraguan banyak pihak. Banyak keanehan dan kejanggalan. Pasalnya, Laskar FPI tidak dipersenjatai. Sesuai SOP Laskar FPI.

Semula FPI menduga dilakukan oleh OTK, orang tak dikenal. Ternyata polisi pelakunya. Seperti diakui Kapolda Metro Jaya dalam konpers, senin 7/12.

Narasi yang dibangun polisi tidak serta merta dipercayai publik. Sebaliknya, publik mendesak Kapolda Metro Jaya dicopot dan dibentuk TGPF independen agar drama pembantaian enam Laskar FPI terungkap secara terang benderang.

Citra kepolisian sedang disorot publik. Diduga telah terjadi extra judicial killing, pembunuhan diluar hukum yang diduga dilakukan polisi. Pelanggaran HAM berat.

Patut diduga ditangkap dan dipenjaranya HRS karena kerumunan Petamburan bergeser ke penghasutan, untuk menutupi keterlibatan polisi dalam pembantaian enam Laskar FPI.

Tidak ada isu yang paling seksi untuk menutupi pembantaian enam Laskar FPI oleh polisi selain ditangkap dan dipenjarakannya HRS.

Publik secara pelan-pelan digiring untuk melupakan insiden pembantaian enam Laskar FPI. Publik sibuk merespon ditangkap dan dipenjarakannya HRS. Walaupun target akhirnya sukses. HRS ditangkap dan dipenjara. Ibarat kata pepatah, sekali mendayung dua pulau terlampaui. Kepolisian diduga cuci tangan dalam kasus pembantaian enam Laskar FPI. Publik jangan tertipu oleh penggiringan opini dipenjarakannya HRS. Copot dan adili pejabat polisi yang terlibat pelanggaran HAM berat, pembantaian enam Laskar FPI.

Banyak para ‘bintang’ polisi terancam. Bila isu pembantaian enam Laskar FPI makin membesar dan tuntutan pembentukan TGPF independen menguat. Tidak menutup kemungkinan banyak ‘bintang’ polisi yang ketar ketir. Diduga para ‘bintang’ terjerat extra judicial killing.

Bahkan, isunya makin menggelinding. Kemungkinan keterlibatan petinggi negeri ini. Diamnya Jokowi dalam kasus pembantaian enam Laskar FPI menimbulkan banyak tafsir liar. Misalnya, terkesan pembenaran dan pembiaran tindakan kepolisian terhadap Laskar FPI dan HRS.

Mungkinkah kegeraman dan akumulasi kekecewaan publik terutama oleh rentetan peristiwa akhir-akhir ini, mulai dari pembantaian enam Laskar FPI hingga ditangkap dan dipenjaranya HRS memicu terjadinya revolusi sosial dan perang saudara?

Jutaan pendukung dan simpatisan HRS turun ke jalan menuntut pertanggungjawaban rezim Jokowi. Rakyat sudah muak dengan pembunuhan ala PKI dan diskriminasi rezim terhadap ummat Islam.

Wallahua’lam bish-shawab.

Bandung, 27 Rabiul Tsani 1442/13 Desember 2020