By Asyari Usman

Perjuangan para nabi dan Rasulullah selalu bersandar pada kesabaran. Mereka, para nabi, teguh dalam kesabaran. Dengan modal kesabaran dan teguh dalam kesabaran itulah mereka memperoleh keberhasilan.

Hampir semua nabi mengalami persekusi dalam menegakkan kebenaran. Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup. Inilah puncak perskusi yang Beliau alami. Namun, sebelum ‘alaihissalam dibakar oleh kaumnya sendiri, Ibrahim tidak pernah berhenti mengingatkan orangtua dan saudara sekaum tentang Tauhid. Dan tentang amal baik. Ibrahim mengutamakan kesabaran dan teguh di dalam kesabaran itu. Akhirnya, Ibrahim sukses dan api yang membakar tubuhnya berubah menjadi dingin.

Begitu juga Nabi Nuh ‘alaihissalam. Ditolak oleh kaumnya. Bahkan ditolak juga oleh keluarganya. Namun, Nuh tidak surut. Tak kenal lelah, Beliau diberikan waktu 950 tahun untuk mendakwahkan kebenaran. Dahsyatnya, sepanjang sembilan abad itu hanya 83 orang yang menerima dakwah ‘alaihissalam. Namun, Nuh sabar dan teguh di dalam kesabaran.

Pun sama halnya dengan Nabi Luth. Dikejar-kejar oleh umatnya yang mempraktikkan gaya hidup sejenis. Laki-laki berpasangan dengan laki-laki. Luth ‘alaihissalam memperingatkan mereka tentang kemurkaan Allah. Tapi, mereka melawan. Mereka usir Nabi dan manantang agar diturunkan azab kepada mereka jika Luth memang benar. Akhirnya mereka punah dihujani bala besar. Sebelum bencana itu diturunkan, Luth berdakwah dengan sabar dan teguh di dalam kesabaran.

Nabi Musa ‘alaihissalam disiapkan Allah SWT untuk menghancurkan Fir’aun yang begitu kuat dan mengaku sebagai tuhan. Musa dibesarkan Fir’aun di istananya. Dia harus bersabar dan teguh dalam kesabaran menunggu sampai usia dewasa. Ketika itulah Musa ‘alaihissalam memulai perlawanan frontal terhadap Fir’aun. Musa dikejar sampai ke pinggir Laut Merah. Nyaris saja Nabi dan pengikutnya dihabisi balatentara Fir’aun. Namun, kesabaran Musa dan keteguhannya di dalam kesabaran membuahkan pertolongan Allah. Laut terbelah. Musa dan pengikutnya bisa menyeberang selamat. Sedangkan Fir’aun dan pasukannya tenggelam.

Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga berdakwah penuh tantangan dan tentangan. Beliau menghadapi resistensi keras dari kaum musyrik di Mekah. Di Taif, Rasulullah dilempari sampai berdarah-darah. Nabi terpaksa pindah ke Madinah di tengah berbagai kesulitan hidup, termasuk kesulitan logistik. Tetapi, Beliau tetap sabar dan teguh di dalam kesabaran.

Sabar dan teguh di dalam kesabaran sangat krusial dalam perjuangan. Allah menukilkan ini sebagai penutup surat Ali Imran, ayat 200: “Yaa ayyuhalazina amanu, ishbiru wa shabiru wa rabithu. Wattaqullaha la’allakum tuflihuun.”

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah (ishbiru); dan teguhlah dalam kesabaran (wa shabiru), serta siap-siagalah (wa rabithu). Dan, bertaqwalah kepada Allah agar kalian berjaya.”

Lebih-kurang, “telegram” dari Langit ini mengarahkan agar Anda bersabar. Tapi, tak cukup hanya itu. Anda harus teguh di dalam kesabaran. Di tengah meneguhkan kesabaran yang tidak mudah dijalani itu, Anda disuruh pula bersiap-siaga. Dan masih belum cukup juga, Anda diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah al-Qawiyyun al-‘Aziz. Setelah itu, barulah dibukakan pintu kejayaan untuk Anda.

Nah, bisakah kita semua senantiasa bersabar dan teguh di dalam kesabaran? Tentulah sangat berat. Orang bilang, kesabaran ada batasnya. Tapi, Allah mengisyaratkan agar kita menumpuk kesabaran itu sebanyak mungkin sampai jumlahnya ‘tidak bernomor seri lagi’.

Hanya saja, sambil menumpuk kesabaran, Anda haruslah senantiasa waspada dan siap menghadapi semua kemungkinan yang bisa terjadi. Wallahu a’lam.

Mohon ampun kepada Allah jika ini salah, dan mohon maaf kepada teman-teman semua bila ini tak berkenan. Tidak ada maksud untuk berceramah.[]

15 Desember 2020