Hebat Mas Mu’ti, mau dibikin jadi Wamen oleh jokowi, ditolak mentah-mentah. Ngakunya kurang ilmu, tidak punya kemampuan, dst.
Sekjen PP Muhammadiyah itu, setahu saya jenius. Saya pernah jadi tim kampennya di Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Sukolilo 2002 yang antar dia jadi Ketum.
Idealis, ogah lat-jilat, sederhana. Kabarnya, malah Ketum PP Muhammadiyah yang masuk jadi menteri. Jangan mau dijadikan kelinci percobaannya Jokowi. Tiba waktu tiba akal.
Pas mood, Budi Gunadi Sadikin, dipasangnya jadi Menkes. Jadilah manajemen perbankan diujicoba ke Rumah Sakit. Pandemi, kudu pake FIFO. Outlook berubah jadi cost and benefit vaksin Covid.
Manajemen di mana sama: mengelola politik atau mengelola virus, dan mengelola ekonomi makro. Jungkir. Sama dengan Nadiem Makarim, yang tak punya ilmu pedagogi dan pengetahuan budaya diangkat jadi Mendikbud. Mestinya Menteri Ojek. Tak satu pun karya dibuatnya. Plonga plongo di kemendikbud.
Mau apalagi: kursi kadung bayar. Orang pintar begitu dekat Jokowi jadi dungu. Tapi yang pintar adalah Abdul Mu’ti, menolak dijadikan eksperimen Jokowi yang tak jelas sekolah. Terakhir saya baca, di demo UGM ijazahnya. Ia doktorandus apa insinyur? (Djoko Edhi, Mantan Anggota Komisi III DPR).