Tarmidzi Yusuf Pegiat Dakwah dan Sosial/DOK

by Tarmidzi Yusuf
Pengamat Politik dan Sosial

Puluhan tahun dikenal lihai dan licin. Pandai merangkai narasi, fitnah, diskriminasi dan kriminalisasi. Mengubah pelaku menjadi korban, korban menjadi pelaku. Pemberontakan G30S/PKI contohnya.

Dalam terminologi mereka, setiap pendapat dan kebenaran yang bukan diproduksi olehnya dianggap sebagai ujaran kebencian dan permusuhan. Hasutan dan makar. Tangkap, adili dan penjarakan. Bila perlu habisi. Maling teriak maling. Monopoli narasi, isu dan tafsir hukum.

Ketika terpojok. Membangun narasi, merasa paling Pancasila tapi ingin mengubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Ada sekelompok orang atau kekuatan tertentu melawan hukum, ormas bergaya preman, radikal dan intoleran menjadi barang dagangan. Yang tersisa sejuta misteri.

Sebut saja, misteri Munir Said Thalib meninggal di racun tahun 2004. Hingga kini, belum terungkap siapa aktor intelektualnya. Desas-desus, katanya melibatkan seorang pensiunan angkatan darat. Lolos dari jeratan hukum hingga kini.

Ada pula misteri yang bikin heboh tahun 2017. Novel Baswedan, penyidik senior KPK disiram air keras ba’da shalat shubuh. Saat akan pulang dari masjid yang tak jauh dari rumahnya. Konon kabarnya, melibatkan seorang petinggi kepolisian. Ini pun, kecil harapan bakal terungkap.

Misteri tujuh ratusan petugas pemilu meninggal dunia tahun 2019. Pemilu berdarah-darah yang menelan ratusan nyawa hanya menyisakan misteri.

Ujung tahun ini, 2020. Kita dikejutkan dengan terbunuhnya enam Laskar FPI, pengawal HRS. Kita pun menyebutnya misteri kilometer 50. Enam orang syuhada Laskar FPI, banyak pihak menyebutnya dibunuh secara kejam dan sadis. Mengingatkan kita gaya-gaya PKI dulu. Lagi-lagi menurut cerita, dugaan keterlibatan petinggi aparat penegak hukum. Inipun, pesimis akan terungkap dalangnya. Sebentar lagi juga akan hilang.

Misteri berulang. Dugaan ‘pemain’ dan jaringan politik yang sama. Lihai
mencitrakan pelaku kejahatan sebagai ksatria dan pahlawan. Sementara korban ‘digiring’ opininya sebagai pelaku kejahatan. Sadis dan tidak berperikemanusiaan.

Proses hukum makin penuh misteri. HRS dipenjara dan rest area kilometer 50 ditutup untuk selamanya. Kitapun hanya bisa menduga-duga sambil menunggu proses hukum yang adil dan beradab.

Hukum telah ‘dipermainkan’ oleh orang-orang atheis, dzalim, otoriter, bengis dan kejam. Ratusan bahkan ribuan nyawa tewas menjadi misteri tanpa proses hukum yang jelas.

Bandung, 9 Jumadil Awwal 1442/24 Desember 2020