Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.

I. FAKTA LAPANGAN :

Dari hasil Seminar tgl 22 Juli 2020 dng Keynote speech Mantan DIRUT PLN IR. Djiteng Marsudi, para pembicara dari PP IP (Persatuan Pegawai Indonesia Power), SP PJB (Serikat Pekerja PJB), diperoleh gambaran permasalahan sebagai berikut :

1. Saat ini mayoritas kelistrikan di Jawa-Bali sdh dikuasai swasta Asing/Aseng yang berkolaborasi dng Oligarkh Luhut Binsar P, Erick T, JK, Dahlan Iskan dll. Yg berarti 90 % PLN seluruh Indonesia sdh dikuasai mereka mengingat jaringan ritail nya sdh dijual Dahlan Iskan saat ybs menjadi DIRUT PLN.

2. Pembangkit PLN yg beroperasi di Jawa-Bali hanya yg PLTA dan PLTGU maximum 3.000 MW (guna menjaga peak load dan frekuensi stroom).

3. Akhirnya 17.000 MW pembangkit PLN nganggur atau “mangkrak”.

4. Butir 1-3 terjadi karena instruksi Menteri BUMN yg melarang pembangkit PLN ber operasi (Tempo 14 Desember 2019, kuliah umum di Richcarlton awal 2020, Jawa Pos 16 Mei 2020).

5. Dengan mengacu Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2003-2004 situasi yg terjadi pada butir 1 diatas mengakibatkan terjadinya mekanisme pasar bebas kelistrikan atau MBMS (Multi Buyer Multi Seller) dan mengakibatkan lonjakan tarip listrik, krn tarip tdk ditentukan lagi oleh Pemerintah tetapi oleh Kartel Listrik Swasta itu.

II. FAKTA KEUANGAN.

1. Dengan kondisi sebagaimana terjadi pada angka Romawi I diatas maka sesuai berita Repelita Online pada tgl 8 Nopember 2020 Kemenkeu mengumumkan bahwa tahun 2020 ini subsidi listrik akan melonjak menjadi Rp 200,8 triliun (atau 400% saat listrik sepenuhnya dikuasai PLN). Perlu diketahui, saat masih sepenuhnya dikuasai PLN maka subsidi hanya sekitar Rp 50 triliun per tahun.

2. Sedangkan menurut perkiraan Melissa Brown dari IE2FA (Institute Economic for Energy Financial Analysis), akibat liberalisasi kelistrikan sebagaimana angka Romawi I diatas akan mengakibatkan subsidi listrik akan membengkak menjadi Rp 170,2 triliun ( atau 300% saat masih dikuasai PLN ).

3. Dengan demikian dengan dikelolanya kelistrikan oleh swasta yang didukung oleh Oligarkh oknum pejabat diatas maka tahun 2020 ini telah terjadi “Mark up” subsidi listrik (apapun alasannya) sekitar Rp 150 triliun.

III. FAKTA HUKUM

Kondisi kelistrikan semacam ini telah melanggar Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015. Atau tegasnya telah melanggar UUD 1945 pasal 33 ayat (2).

IV. SKENARIO SELANJUTNYA.

1. KEMUNGKINAN I.

Kalau Pemerintah tdk bisa membayar subsidi listrik Rp 200,8 triliun diatas, maka tarip akan dilepas kepasar bebas (seperti statemen Kemenkeu diatas) maka sebagaimana terjadi di Philipina tahun 2007 tarip listrik akan naik 500% dari sebelumnya.

2. Kemungkinan II.

Bisa juga agar tidak terjadi gejolak masyarakat apalagi timbul Revolusi Sosial spt di Kamerun 2001, maka Pemerintah akan habis2an menutup subsidi listrik swasta tsb sampai akhir 2024.

3. Dengan memperhitungkan faktor price contingency spt eskalasi, price adjustment, inflasi dll maka bisa jadi sampai akhir 2024 Pemerintah akan menambah hutang total Rp 1.400 triliun khusus untuk nombokin subsidi listrik swasta dan Oligarkhi diatas.

Besaran diatas sama dengan hutang era ORBA secara total selama 32 tahun . Atau setara dng tiga kali biaya pembuatan Ibu Kota Baru (padahal ini hanya untuk nombokin kelistrikan akibat ulah Oligarkhi oknum di kelistrikan bsm Asing/Aseng).

KESIMPULAN :

Korupsi Kebijakan ternyata berakibat lebih dahsyat dari korupsi konvensional.

HARUS DILAWAN OLEH SELURUH RAKYAT INDONESIA SECARA SERENTAK !!

ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!