by Tarmidzi Yusuf
Pengamat Politik dan Sosial

Akhir era 1980-an ada lembaga yang sangat ditakuti, Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas). Sebelumnya bernama Kopkamtib, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.

Selain itu, ada UU Subversif yang sangat mudah menjerat orang-orang yang kritis terhadap kekuasaan. Dalam format lain sekarang diberlakukan UU ITE untuk ‘membungkam’ dan ‘memenjarakan’ orang-orang yang kritis terhadap rezim yang berkuasa. FB sudah dikontrol. Sebentar lagi WhatsApp. Suara-suara kritis semakin terbatas ruang dan gerak sekalipun Pasal 28 UUD 1945 telah menjamin untuk itu.

Dalam masa pandemi covid-19 ada UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. IB HRS merupakan satu-satunya korban politik dari situasi terkini. Dijerat dengan kerumunan Petamburan dan Megamendung ditambah penghasutan. Sementara kerumunan yang lain, tak satupun tersentuh oleh hukum. Sangat kental aroma diskriminasi dan kriminalisasi. IB HRS, selain penyuara kebenaran juga pejuang Pancasila dan NKRI yang sangat anti PKI.

Perjuangan itu memang tidak mudah. Penuh penderitaan dan tekanan. Bahkan nyawa menjadi taruhan seperti yang dialami IB HRS. Nyawanya selamat tapi pengawalnya tewas terbunuh. Kalau alasan melanggar prokes, kenapa IB HRS dibuntuti hingga pengawalnya terbunuh? Padahal IB HRS bukan teroris, apalagi koruptor yang merampok uang negara.

Menurut Komnas HAM, IB HRS telah dibuntuti sejak dari Sentul oleh polisi dan ‘pihak lain’ diluar kepolisian dalam insiden pembantaian 6 syuhada Laskar FPI di KM 50. Siapa pihak lain yang tidak diungkap oleh Komnas HAM tersebut? Termasuk siapa yang mengenderai Toyota Land Cruiser? Pejabat selevel apa yang memiliki Toyota Land Cruiser? Ini mestinya pula yang harus dibuka oleh Komnas HAM.

Hasil penyelidikan Komnas HAM dalam insiden tersebut sudah terbaca dari awal. Sesuai prediksi, sangat mengecewakan. Hampir semua institusi telah mengalami kelumpuhan dan terkooptasi. Tidak ada yang berani mengungkap fakta yang sebenarnya.

Melihat situasi seperti itu, yang sama sekali tidak bersahabat terhadap pejuang kebenaran dan orang-orang yang kritis terhadap rezim membuat banyak orang ketar ketir. Bertahan dalam tekanan, bahkan tak jarang mundur dari perjuangan. Semoga kita istiqamah.

Masihkah punya nyali ditengah besarnya ‘ancaman’?. Ancaman kemiskinan, penjara bahkan pembunuhan. Perjuangan bubar. Kalah sebelum “berperang”, dengan aneka alasan indah tapi sesungguhnya menipu.

Padahal, perjuangan para Nabi dan Rasul belum ada apa-apanya dibandingkan dengan perjuangan kita. Mereka, para Nabi dan Rasul tidak saja dibully bahkan berapa kali ingin dibunuh. Musa alaihissalam oleh Fir’aun, Ibrahim alaihissalam oleh Namrud dan Muhammad shallallahu alaihi wasallam oleh Abu Jahal dan Abu Lahab. Mereka tegar dan istiqamah. Keluar sebagai pemenang. Dikenang oleh sejarah sebagai pahlawan kebenaran. Rahasianya, furqon dan hijrah.

Kenapa jadi begini? Bukankah perjuangan masih panjang? Bukannya makin solid, malah sudah mulai ‘terasa’ ketar ketir di atas perjuangan. Step by step balik badan. Strategi masuk sistem sebagai bagian dari strategi yang akhirnya jadi menikmati. Akhirnya lupa dengan pendukung yang telah berdarah-darah.

Inilah cara alami Allah Ta’ala menyeleksi hamba-hamba pilihan-Nya. Siapa yang beriman dan berjihad dijalan-Nya.

Bandung, 25 Jumadil Awwal 1442/9 Desember 2020