Tarmidzi Yusuf Pengamat Politik dan Sosial/dok pribadi olahan JAKSAT

by Tarmidzi Yusuf
Pegiat Dakwah dan Sosial

Ketika Presiden Soeharto masih berkuasa, suara lantang banyak disuarakan oleh pengamat atau kelompok Neo PKI, TNI back to barack. Peran sosial politik TNI dicabut. Bahkan peran teritorial TNI juga minta dilikuidasi seperti Kodam, Korem, Kodim dan Koramil. Walaupun gagal.

Peran Sospol TNI yang berhasil dipreteli. Sayangnya, peran Sospol TNI hari ini ‘diambil’ alih oleh Polri. Bedanya, tidak ada Divisi Sosial Politik dan Teritorial di Mabes Polri. Beberapa jabatan sipil strategis dipegang polisi aktif atau pensiunan polisi. Ketika zaman orde baru sebagai hal yang tabuh.

TNI dianggap sebagai garda terdepan yang menghalangi-halangi neo PKI mengkomuniskan Indonesia pasca gagalnya Pemberontakan G 30 S/PKI. Hasilnya dapat kita lihat hari ini. Dendam politik yang hampir tertunaikan.

Salahsatu hasil reformasi yang kita semua kecolongan adalah amandemen UUD 1945 dan lumpuhnya TNI. Euforia reformasi mengalihkan perhatian kita terhadap Sidang MPR tahun 1999 hingga 2002. Kemana Prof. Amien Rais ketika itu?

Strokenya DPR dan beberapa lembaga tinggi negara yang dikendalikan oleh kekuatan tersembunyi Neo PKI dengan menggunakan tangan-tangan kekuasaan pribumi yang rakus dan serakah.

Ormas Islam yang satu tuh, paling rajin menyerang dan merusak Islam dari dalam. Ditambah dengan manusia-manusia seperti Abu Janda dan kawan-kawan binaan ‘Kakak Pembina’.

Amandemen UUD 1945 telah mengubah wajah perpolitikan Indonesia. Kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai. Sedangkan kedaulatan partai dipegang para pemilik modal dan cukong.

Jangan heran kalau Ketua Partai hari ini bagai raja-raja kecil yang tunduk pada raja besar yang memiliki uang berkarung-karung untuk membelokkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. DPR stroke. TNI lumpuh, HRS dan aktivis KAMI dipenjara serta kebebasan berserikat dan berkumpul ‘dikekang’. Tidak lebih baik dari zaman Soeharto toh!

Dari sini kita memahami. Diduga Neo PKI berada dibalik aksi penguntitan HRS yang mengakibatkan enam laskar FPI tewas sebagai syuhada. Serta kengototan meloloskan RUU BPIP, UU Omnibus law, UU No 2/2020 tentang Corona, UU No 4/2020 tentang Minerba, Perpres No 60 tahun 2020 dan ‘pembiaran’ TKA China komunis masuk dengan bebas ke Indonesia di masa pandemi covid-19 saat orang asing dilarang masuk Indonesia.

Sementara peran TNI berhasil dimandulkan. Sedih sekali melihat TNI hari ini. Satu persatu peran TNI dipreteli. TNI yang disegani dan dihormati hanya menjadi pemeran pembantu Polri.

TNI secara sistematis ‘dilumpuhkan’ tidak hanya peran sosial politiknya, tapi juga peran pertahanan. Anehnya, Polri mengambil peran yang ditinggalkan TNI. Anehnya lagi, Polri dipersenjatai dengan senjata laras panjang. Untuk menghadapi siapa Polri bersenjata laras panjang? Bukankah salahsatu fungsi utama Polri menjaga kamtibmas.

Jabatan sipil banyak diisi oleh Polisi aktif dan purnawirawan. Mulai dari Ketua KPK, Kementerian, Lembaga Negara, BUMN hingga jabatan Kepala Daerah. Dwi fungsi TNI beralih dwi fungsi Polri. Sadarkah kita?

Benteng terakhir kita hanya tinggal TNI dan rakyat yang cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengembalikan cita-cita luhur bangsa Indonesia dan kembali ke UUD 1945 Asli dan Pancasila 18 Agustus 1945.

Negara memanggilmu kawan. Dimanakah kau hari ini? Indonesia telah dikepung oleh Neo PKI dan antek-antek China komunis yang telah tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Jakarta, 19 Jumadil Tsani 1442/1 Februari 2021