Fatmata Juliansyah, Manager Advokasi dan Kampanye Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI)/ist

JAKARTASATU.COM – Banjir kembali menggenangi ibu kota DKI Jakarta pada sabtu, 20 Februari 2021. Hujan dengan intensitas lebat dari Jumat malam menjadi salah satu pemicunya.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan terdapat tiga faktor yang menyebabkan banjir di Jakarta, yakni curah hujan tinggi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), curah hujan tinggi di Jakarta dan pasang naik air laut di wilayah Jakarta Timur.

“Bencana banjir rasanya seakan sudah sangat lekat dengan Jakarta, karena setiap tahun rutin terjadi, terutama pada saat musim hujan dimana curah hujan sedang tinggi. Berbicara tentang curah hujan yang tinggi maka berbicara tentang iklim, yang mana memang tidak bisa mengontrol iklim untuk mencegah terjadinya banjir,” ungkap Fatmata Juliansyah, Manager Advokasi dan Kampanye Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) dalam rilis yang dterima redaksi, Sabtu (20/02/21)

Ditambahkan Fati panggilan akrab dari Fatmata Juliansyah  ini apakah karena iklim tersebut kejadian banjir ini harus diwajarkan, dengan menjadikan alasan curah hujan tinggi sebagai penyebab banjir? Mengingat bahwa bencana banjir ini seakan rutin menjadi tamu tahunanan di Jakarta ini.

“Turunnya hujan membutuhkan daerah resapan untuk menampung air hujan tersebut, kemudian apa yang terjadi jika minimnya daerah resapan? Maka salah satu penyebab banjir yang sangat krusial adalah minimnya daerah resapan yang ada di Jakarta,”jelas Fati.

Fati juga menilai bahwa salah satu yang menjadi daerah resapan adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mana pada PERMENDAGRI No.1/2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan disebutkan bahwa salah satu fungsi dari RTH adalah pengendali tata air dan pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara. Maka pertanyaannya adalah apakah pengelolaan RTH sudah berjalan dengan baik sebagaimana mestinya?

RTH pada wilayah kota seharusnya paling sedikit mencapai 30% dari luas wilayah kota, hal ini tertuang dengan jelas pada pasal 29 UU No.26/2007 tentang tata ruang. Namun pada kenyataannya RTH di DKI Jakarta kurang lebih hanya mencapai kisaran 9.98% saja, yang mana masih sangat jauh dari amanat UU tersebut.

“Maka kesimpulannya pengelolaan tata ruang di DKI Jakarta masih belum berjalan dengan baik sebagaimana mestinya, hal ini lah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk mengatasi persoalan banjir yang tidak kunjung selesai ini,” pungkasnya. (AEN/JAKSAT)