by M Rizal Fadillah
Meski dijelaskan Mahfud MD bahwa dalam beberapa kasus ketatanegaraan ada perbuatan yang di luar bahkan melanggar konstitusi, namun narasi ini menimbulkan banyak interpretasi. Masalah utamanya adalah Mahfud MD itu Menko Polhukam bukan seorang dosen yang sedang mengajar Ilmu Hukum Tata Negara di kampus.
Sebagai “embah” nya politik di pemerintahan Jokowi maka bahasa demi menyelamatkan rakyat boleh melanggar Konstitusi ini bisa berbahaya. Apalagi dicontohkan kebolehan melanggar Konstitusi yang dihubungkan dengan pandemi Covid 19. Orang mulai berfikir pantas jika Presiden mengeluarkan Perppu No 1 tahun 2020 yang membebaskan penggunaan dana APBN untuk penanggulangan pandemi Covid 19 tanpa sanksi hukum. Melabrak konstitusi.
Fungsi Konstitusi baik dalam sejarah maupun aktualnya tiada lain adalah untuk membatasi kekuasaan. Penguasa maupun rakyat diatur hak dan kewajiban serta pembatasannya oleh Konstitusi. Konstitusi dibuat bukan untuk dilanggar. Penguasa yang melanggar Konstitusi bisa di-impeachment. Demikian Hukum Tata Negara atau Constitutional Law mengaturnya.
Ketika Mahfud MD dengan penuh keyakinan menyatakan bahwa dibenarkan melanggar Konstitusi demi rakyat, tentu menjadi kontroversial. Apalagi dengan mengecilkan pihak yang melakukan penolakan atas pandangan ini sebagai “tidak belajar Hukum Tata Negara”. Padahal yang mempertanyakan pernyataan Mahfud MD mungkin juga pakar Hukum Tata Negara.
Bila beralasan “demi rakyat” bisa melanggar Konstitusi, maka pertanyaannya siapa yang berhak untuk menyatakan “demi menyelamatkan rakyat” ? Penguasa, wakil rakyat, atau rakyat itu sendiri ? Lalu jika ia mencontohkan turunnya Soekarno, Soeharto, Gus Dur itu melanggar Konstitusi, apakah benar ? Soekarno diturunkan berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/MPRS/1967, Suharto dengan mengundurkan diri, dan Gus Dur lengser dengan Tap No. II/MPR/2001. Jadi jelas seluruhnya konstitusional.
Ungkapan Mahfud di depan Silaturahmi Forkominda dan Tokoh masyarakat di Markas Kodam Brawijaya dinilai lebih pada mencari pembenaran atas kebijakan Pemerintah meskipun kebijakan tersebut melanggar Konstitusi. Menyelamatkan rakyat adalah dalil subyektif dalam pengambilan kebijakan.
Jika pengambil kebijakan boleh melanggar Konstitusi dengan alasan menyelamatkan rakyat, maka bolehkah rakyat berjuang untuk menyelamatkan dirinya dengan melanggar Konstitusi ? Jika ya tentu menjadi semangat lah rakyat untuk segera menumbangkan rezim dengan berbagai cara termasuk revolusi. Toh menurut Mahfud MD itu bisa.
Sebenarnya pidato Mahfud MD yang kontroversial itu justru telah mencemarkan mereka yang belajar Hukum Tata Negara. Pelajaran dasar mahasiswa hukum adalah segala langkah dan kebijakan harus berdasar hukum. Perubahan politik mesti disandarkan pada Konstitusi. Melanggar Konstitusi adalah melanggar hukum. Ini pelajaran yang paling dasar yang diajarkan dosen yang tidak harus seorang Professor.
Akhirnya, kita harus maklum pada pendapat apapun yang keluar dari Bapak Mahfud MD sang punggawa politik Istana. Tidak perlu pusing membahasnya sebab baginya melanggar HAM itu bukan melanggar HAM. Yang penting tidak menyesarakan eh menyesengrakyat eh menyesengrasan rakyat.
Menjatuhkan Pemerintah bisa menyesengra rakyat ya pak Mahfud he he he.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan