Abu Muas Tardjono/ist

Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)

Dua pekan jelang Ramadhan atau enam pekan menuju Lebaran, telah muncul kembali polemik soal pelarangan mudik seperti polemik yang sama terjadi setahun yang lalu.

Ada sedikit perbedaan nuansa pelarangan mudik tahun lalu dengan tahun ini. Jika tahun lalu, nuansa pelarangan mudik sangat kontrakdiktif. Saat itu, di satu sisi mudik dilarang, tapi di sisi lain terus berdatangan tenaga kerja asing dari China bergelombang masuk ke negeri ini.

Sedangkan tahun ini, pelarangan mudik sangat kontradiktif dengan penggalakkan wisata yang notabene mengundang wisatawan untuk berdatangan. Maka layak jika judul tulisan kali ini, penulis memberi judul: Mudik No, Wisata Yes, Pulang Kampung diimbuhi tanda tanya (?).

Kenapa Pulang Kampung mesti diimbuhi tanda tanya (?), jawabnya karena tak menutup kemungkinan seperti kejadian tahun lalu jelang lebaran muncul istilah baru bahwa mudik tidak sama dengan pulang kampung. Artinya, mudik dilarang pulang kampung diperbolehkan, lucu dan menggelikan.

Patut diindikasikan tak jauh berbeda keputusan tahun ini seperti tahun lalu, mudik dilarang – pulang kampung boleh? Karena dari awal penanganan wabah covid tidak fokus pada medis tapi juga ekonomi, sehingga mudik dilarang – wisata tetap digalakkan untuk membangkitkan ekonomi.

Jika masih tetap ganda fokus penanganan antara medis dan ekonomi, apakah tidak sama dengan membiarkan jumlah korban kematian karena covid teruslah bertambah yang penting ekonomi nasional tidak ikut jadi korban?