Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar FPI (TP3) telah beraudiensi dengan Fraksi PPP DPR pada 13 April 2021 di Gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta. TP3 diterima oleh Anggota DPR FPPP, Arsul Sani, yang juga merupakan Wakil Ketua MPR RI. Sedangkan delegasi TP3 dipimpin Abdullah Hehamahua yang datang bersama Marwan Batubara, Chusnul Mar’iyah, Wirawan Adnan, Syamsul Balda, Mursalin, Neno Warisman, Edy Mulyadi dan Ibrahim Aji.
Audiensi diawali penjelasan Abdullah Hehamahua tentang latar belakang pembunuhan enam laskar FPI dan penanganan kasus tersebut oleh Komnas HAM dan Pemerintah yang dianggap jauh dari nilai kebenaran dan keadilan. Selanjutnya Marwan Batubara menjelaskan berbagai langkah advokasi yang telah dilakukan TP3, termasuk pernyataan sikap, doa dan zikir nasional, dan audiensi dengan Presiden Jokowi. Kemudian Marwan menyampaikan surat permintaan khusus kepada Fraksi PPP DPR seperti diperlihatkan di bawah ini.
Arsul Sani menyambut baik kedatangan, perkenan dan kepercayaan TP3 beraudiensi dengan FPPP DPR perihal kasus pembunuhan enam laskar. Arsul Sani menyampaikan akan berupaya maksimal, sesuai metode dan pendekatan yang akan ditempuh Fraksi PPP, agar kasus tersebut dapat dituntaskan secara transparan dan berkeadilan sesuai hukum berlaku.
SURAT TP3 SAAT AUDIENSI DENGAN FRAKSI PPP DPR
Assalamu Alaikum Warahmatullohi Wabarakatuhu,
Kami ucapkan terima kasih atas perkenan Fraksi PPP untuk beraudiensi dengan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar FPI (TP3) pada hari ini. Kami yang hadir merupakan wakil dari 24 anggota inisiator TP3. Keberadaan TP3 adalah sebagai perwujudan peran serta masyarakat berdasarkan Pasal 100 UU No.9/1999 tentang HAM. Berdasarkan UU inilah TP3 diberikan hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia.
TP3 sebagai tim pengawal mempunyai misi mengkaji dan menguji kebenaran langkah dan pernyataan pemerintah maupun penegak hukum, sehubungan dengan pembunuhan atas enam warga negara Indonesia yang kebetulan merupakan laskar FPI. Sesuai dengan misi ini TP3 mengkaji hasil kerja Komnas HAM yang telah dituangkan dalam laporan yang oleh Komnas HAM diberi judul “Laporan Penyelidikan” . Laporan tertulis yang berisi 103 halaman dan 21 halaman lampiran oleh Pemerintah telah diterima tanpa catatan.
Padahal laporan ini memperlihatkan dengan jelas bahwa sejak awal Komnas HAM tidak mempunyai kehendak tulus menuntaskan peristiwa pembunuhan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, yang terjadi 7 Desember 2020. Hal ini terbukti dari kenyataan kegiatan Komnas HAM hanya berdasar pada Pasal 89 ayat (3) UU No.39/1999, bukan berdasar pada UU No.26/2000. Dengan demikian yang dilakukan Komnas HAM bukan penyelidikan, tetapi hanya pemantauan. Sehingga tidak seharusnya Komnas HAM memberi judul kegiatannya sebagai “Laporan Penyelidikan” karena sejatinya itu hanyalah merupakan laporan pemantauan.
Mengingat hasil kajian Komnas HAM bukan merupakan hasil penyelidikan, maka TP3 menyatakan laporan Komnas HAM tidak valid untuk bisa menjadi dasar penuntasan kasus kejahatan kemanusiaan tersebut.
Oleh sebab itu, proses hukum yang sedang dilakukan oleh Pemerintah/Polri saat ini mestinya tidak sah atau tidak berlaku. Sejalan dengan itu, penetapan tiga anggota Polri sebagai tersangka, yang belakangan satu orang telah pula dinyatakan meninggal dunia karena kecelakaan, merupakan langkah hukum yang tidak berdasar, sehingga harus segera dihentikan.
Pada sisi lain, sesuai temuan yang digali dari para saksi, dokumen dan bahkan dari hasil pemantauan oleh Komnas HAM sendiri, TP3 meyakini bahwa pembunuhan tersebut adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.
Kejahatan kategori pelanggaran HAM berat terhadap enam laskar FPI diyakini telah dilakukan oleh aparat negara. Oleh sebab itu, TP3 telah menuntut berulang kali agar proses hukum terhadap para pelakunya diselesaikan melalui Pengadilan HAM sebagaimana dinyatakan dalam UU No.26/2000.
TP3 meyakini Komnas HAM telah terlibat rekayasa hukum melalui penggunaan UU No.39/1999, agar pelaku pembunuhan enam laskar FPI yang sarat penyiksaan lolos dari jerat pidana HAM berat. Padahal karena masuk kategori kejahatan kemanusian yang bersifat sistematis, seharusnya Komnas HAM melakukan pendalaman dan penyelidikan ada atau tidaknya pelanggaran HAM berat sesuai Pasal 18,19 dan 20 UU No.26/2000.
Berdasarkan uraian di atas, TP3 menuntut antara lain hal-hal berikut ini:
1. Meminta Pemerintah dan DPR untuk menyatakan agar laporan Komnas HAM yang diberi judul “Laporan Penyelidikan” atas kasus pembunuhan enam laskar FPI bukanlah merupakan laporan penyelidikan , namun hanyalah laporan pemantaun;
2. Menuntut Pemerintah dan DPR untuk meminta Komnas HAM melakukan penyelidikan kasus pembunuhan brutal laskar FPI sesuai UU No.26/2000;
3. Meminta DPR mengusung Hak Angket terhadap Pemerintah, terutama agar Komnas melakukan penyelidikan atas pelanggaran HAM berat atas pembunuhan enam laskar FPI;
4. Meminta Komnas HAM untuk menggunakan wewenangnya dengan melakukan penyelidikan sesuai dengan Pasal 18 UU No.26/2000 dan membentuk tim adhoc dengan melibatkan unsur masyarakat (Pasal 18 ayat 2).
Demikianlah surat ini kami sampaikan demi tegaknya hukum dan keadilan bagi sesama anak bangsa di bumi NKRI. Semoga Alah SWT, Tuhan Yang Maha Esa melindungi segenap tumpah darah dan tanah air Indonesia.
Atas Nama Anggota TP3:
M. Amien Rais
Abdullah Hehamahua