ilustrasi

Di tengah optimisme pemulihan perekonomian global yang didorong oleh pemulihan ekonomi di Amerika Serikat, China, dan sejumlah negara maju lainnya, laju perekonomian Indonesia masih mengalami pertumbuhan negatif di triwulan I 2021, sebesar -0,74 persen yoy (-0,96 presen qtq).

Hal ini secara keseluruhan menggambarkan bahwa perekonomian Indonesia masih berada di zona resesi. Tren perbaikan secara kuartalan memang ada, namun masih parsial di beberapa sektor saja, selebihnya masih banyak sektor yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan negatif, seperti industri, transportasi, dan sektor akomodasi.

Dengan melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali, vaksinasi yang belum merata, perkembangan daya beli, perkembangan sektoral maupun pengeluaran, sektor moneter, maupun implementasi stimulus fiskal maka kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan II Tahun 2021 sebesar 5 persen (yoy). Artinya, meskipun ekonomi triwulan II 2021 sudah akan positif, namun ini lebih karena faktor teknikal setelah tahun lalu di triwulan yang sama Indonesia mengalami pertumbuhan negatif -5,32 persen yoy.

Berdasarkan kondisi tersebut, berikut sejumlah catatan INDEF atas kinerja pertumbuhan ekonomi triwulan I 2021 dan rekomendasi kebijakan agar Indonesia dapat segera keluar dari resesi.
I. Perekonomian Global Mulai Pulih

1. Pertumbuhan ekonomi global diprediksikan akan membaik pada tahun 2021, namun dengan kasus India, menjadi perhatian serius secara global karena bisa menyebabkan global risk meningkat guna perbaikan konsumsi dan value chain global.

2. Dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang yang ekonominya tumbuh positif, Indonesia sebagai negara yang perekonomiannya masih tertinggal (terkontraksi) dalam pemulihan ekonomi. Percepatan program vaksinasi serta akselerasi distribusi kebijakan PEN menjadi kunci strategis pemulihan ekonomi.

3. Untuk menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi tahun 2021 terutama di triwulan II, maka perlu didongkrak perbaikan konsumsi rumah tangga melalui perbaikan pendapatan agar daya beli semakin membaik.

4. Target pemerintah pertumbuhan 7 persen yoy pada triwulan II 2021 dirasakan sangat berat, maka perlu ada perbaikan kinerja credit growth untuk mendorong sektor riil.

5. Salah satu upaya strategis untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga dari aspek keuangan perlu ada relaksasi dan kemudahan kredit konsumsi, bantuan sosial didorong lagi hingga di atas 60persen dari total, dan ketepatan sasaran penerima bansos sangat krusial.

6. Selain kredit konsumsi, kredit produksi perlu didorong terutama sektor UMKM yang sangat terdampak dengan Covid-19 terutama UMKM yang bergerak dalam bidang ekspansif produktivitasnya (seperti infokom, pertanian, dan kesehatan).

II. Perekonomian Nasional Masih Tertatih

1. Indonesia perlu belajar dari negara lain, di mana kecepatan dan pemerataan distribusi vaksinasi serta kemampuan mengendalikan pandemi sangat mempengaruhi pemulihan ekonomi.

2. Sebagian besar sektor masih belum bisa beranjak dari zona resesi. Bahkan ada dua sektor yang awalnya tumbuh positif di pandemi, namun menjadi tumbuh negatif di awal tahun 2021. Sektor-sektor tersebut dibagi dalam:

Sektor yang tetap Positif:

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -Pengadaan Air, Penglolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang
-Informasi dan Komunikasi
-Real Estate
-Jasa Kesehatan dan Sosial

Sebagian besar sektor masih belum bisa beranjak dari zona resesi. Bahkan ada dua sektor yang awalnya tumbuh positif di pandemi, namun menjadi tumbuh negatif di awal tahun 2021.

Sektor-sektor tersebut dibagi dalam: Sektor yang tetap Positif: -Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -Pengadaan Air, Penglolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang -Informasi dan Komunikasi -Real Estate -Jasa Kesehatan dan Sosial Sektor yang tetap Negatif: -Pertambangan dan Penggalian -Industri Pengolahan -Konstruksi -Perdagangan Besar dan Ecera, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor -Transportasi dan Pergudangan -Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -Jasa Perusahaan -Jasa Pemerintahan -Jasa Lainnya

Sektor yang Negatif menjadi Positif: -Pengadaan Listrik dan gas Sektor yang Positif menjadi Negatif: -Jasa Keuangan dan Asuransi -Jasa Pendidikan

Sektor yang tetap Negatif:
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Konstruksi
-Perdagangan Besar dan Ecera, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan -Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Jasa Perusahaan
-Jasa Pemerintahan
-Jasa Lainnya
Sektor yang Negatif menjadi Positif:
-Pengadaan Listrik dan gas
Sektor yang Positif menjadi Negatif:
-Jasa Keuangan dan Asuransi -Jasa Pendidikan
Sektor yang dari negatif menjadi positif menjadi sektor yang bisa keluar dari resesi, sedangkan sektor yang awalnya positif namun negatif bisa menjadi sektor yang “membebani” laju PDB di kemudian hari.

3. Kebijakan Pemerintah di sektor properti dan automotif

– Sektor properti belum terdorong optimal oleh kebijakan pemerintah melalui diskon PPN dan BPHTB untuk rumah jadi. Hal ini terlihat dari semakin melambatnya pertumbuhan sektor real estate. Walaupun berada dalam posisi positif, pertumbuhan sektor real estate pada triwulan I 2021 hanya 0.94 persen, melambat dari triwulan II- IV 2020. Maka patut ditunggu efektivitas kebijakan ini dalam triwulan II 2021.

– Sektor Otomotif juga belum terdorong optimal oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui diskon PPnBM yang sudah digelontorkan. Sektor perdagangan mobil dan sepeda motor masih terkontraksi sebesar -5.46 persen dan industri alat angkutan juga masih terkontraksi sebesar -10.93 persen.

4. Sektor transportasi, penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan sektor yang masih sangat terpuruk dengan nilai kontraksi paling besar. Sektor transportasi dan pergudangan masih terkontraksi sebesar -13.12 persen sedangkan sektor akomodasi dan penyediaan makan minum terkontraksi sebesar -7.26 persen. Kedua sektor ini sangat terkait dengan pembatasan pergerakan manusia di mana terdapat kebijakan PPKM. Akibatnya kedua sektor ini tidak dapat berkembang secara signifikan. Perlu upaya untuk menggenjot output dua sektor ini salah satunya melalui peningkatan sektor pariwisata. Beberapa program yang bisa dijalankan adalah:

1. Pengembangan desa wisata
2. Pengembangan wisata dengan mengedepankan CHSE (Cleanliness, Health, and Safety)
3. Pembuatan indeks pariwisata aman Covid-19 dengan pemanfaatan Big Data
4. Pemberian bantuan kepada sektor pariwisata terdampak utamanya pelaku UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif.
5. PDB Pengeluaran: konsumsi rumah tangga masih terkontraksi meskipun ada bantuan sosial.
• Konsumsi rumah tangga terkontraksi -2,23 persen pada Q1 2021 (yoy). Ini tidak hanya pada makanan dan minuman, selain restoran namun juga pakaian, alas kaki dan perlengkapan rumah tangga serta transportasi dan komunikasi serta restoran danhotel. Inidisebabkanpuladayabeliyangmasihrendahdimanadiindikasikan dengan inflasi yang rata-rata dibawah 1,5 persen (yoy) selama Q1 tahun 2021. Stimulus fiskal dengan bantuan sosial yang telah menghabiskan anggaran hingga Rp. 47,92 triliun (16 April 2021), ternyata tidak efektif mendorong konsumsi masyarakat, bahkan untuk kebutuhan makanan dan minuman yang terkontraksi hingga -2,31 persen. Stimulus PPnBM untuk otomotif juga tidak berbuat banyak dengan konsumsi transportasi dan komunikasi yang terkontraksi hingga -4,24 persen.

6. Walaupun target realisasi investasi tercapai, PMTB masih negatif.
• Pembentukan Modal Tetap Bruto juga masih terkontraksi sebesar -0,23 persen pada Q1 2021 (yoy). Utamanya pada konstruksi yang masih terkontraksi hingga – 0,74 persen pada Q1 2021 (yoy). Selain karena daya beli masyarakat yang rendah sehingga alokasi investasi juga terpengaruh, faktor lainnya adalah penanaman modal asing dan dalam negeri pada Quartal 1 2021 yang mencapai Rp. 217 triliun belum memberikan efek yang signifikan pada quartal yang sama. Dengan demikian, harapan melalui investasi langsung tidak cukup kuat sehingga perlu investasi yang lebih besar dari masyarakat (rumah tangga), pelaku UMKM, maupun sektor migas yang selama ini tidak tercatat dalam lingkup investasi langsung.

7. Ekspor jasa masih terkontraksi secara dalam.
• Ekspor dan impor memang tumbuh positif di mana masing-masing tumbuh 6,74 persen dan 5,27 persen (Q1 2021, yoy), namun ekspor jasa masih tumbuh negatif. Ini terkait masih tingginya kasus Covid-19 di dalam negeri maupun luar negeri sehingga arus wisatawan berkurang drastis. Di sisi lain, bahwa surplus dalam neraca perdagangan karena berkurangnya impor migas akan bersifat sementara mengingat dalam beberapa waktu mendatang harga migas mulai meningkat karena pembatasan produksi dari negara OPEC. Apalagi konsumsi dalam negeri akan meningkat seiring perbaikan pemulihan ekonomi domestik.

8. Konsumsi Pemerintah
• Konsumsi pemerintah tumbuh positif sebesar 2,96 persen pada Q1 2021 (yoy). Meski demikian, pertumbuhan ini relative belum normal yang umumnya bisa tumbuh di atas 4 persen pada kuartal 1. Jika dilihat lebih dalam ternyata belanja pemerintah untuk belanja modal relatif sedikit meskipun pertumbuhan belanjanya cukup tinggi pada kuartal 1 2021. Selain itu, pada komponen transfer ke daerah juga mengalami keterlambatan, khususnya Dana Alokasi Khusus. Penting untuk mendorong belanja daerah lebih baik lagi, khususnya untuk mendorong belanja modal lebih besar dari yang terjadi sekarang ini.

III. Rekomendasi Mengakhiri Resesi

• Tetap melakukan perubahan skema stimulus fiskal pada program bantuan sosial yang lebih tepat sasaran, jumlahnya yang memadai serta pilihan program yang efektif. Hapus program-program yang memiliki kecenderungan tidak efektif dan tumpang-tindih sasaran. Hal ini karena kalau dibiarkan, bantuan sosial akan memberikan implikasi naiknya simpanan masyarakat dan bukan konsumsi.
• Insentif fiskal khususnya di sektor usaha sebaiknya diprioritaskan pada sektor-sektor yang masih negatif pertumbuhannya, seperti hotel, restoran dan angkutan.
• Postur APBN perlu dilakukan perubahan mendasar mengingat beberapa kondisi makro telah berubah, termasuk mengantisipasi masuknya gelombang serangan Covid-19 kedua maupun varian baru Covid-19.

Sumber : Webinar INDEF atas Nama tim INDEF

RNZ/JAKSAT