Prof. Didik J. Rachbini

JAKARTASATU.COM – Prof Dr. Didik J. Rachbini menyatakan pentingnya untuk menilik upaya proses perdamaian Palestina – Israel melalui perspektif politik ekonomi. Demikian dikatakannya dalam sambutan Kuliah Tamu/Seminar Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD) Universitas Paramadina Sabtu, 5 Juni 2021.

Hal ini dikaitan dengan kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia dan posisi strategis Indonesia dalam berkontribusi dala upaya proses perdamaian konflik Palestina – Israel.
Didik juga menyebutkan bahwa Pertama, pendekatan economic diplomacy sangat penting. Naik turunnya diplomasi, konsekwensi putus atau tidak diplomasi Indonesia dengan dalam isu Israel, tidak mempengaruhi kondisi kebijakan ekonomi atau magnitude ekonomi Indonesia.

“Tetapi diplomasi Indonesia dalam konteks konflik Palestina-Israel Indonesia dalam rangka menjalankan amanat UUD 1945 bahwa penjajahan di muka bumi harus dihapuskan.
Persepsi Indonesia untuk menyikapi ihwal Palestina-Israel sudah final, yaitu bagaimana Indonesia membela mereka yang didzolimi dan dijajah. Aktivis demokrasi di Indonesia yang membela minoritas Indonesia, memmperjuangkan HAM, dan berasosiasi dengan kelompok minoritas din Indonesia justru membela Israel,” katanya.

Yang Kedua, menurut Didik ini konteks akademik internal Universitas Paramadina. Pada saat ini semua negara membongkar pendekatan dan mesin diplomasinya untuk ke arah economic diplomacy, sehingga diplomasinya dikaitkan dengan interest ekonomi, Karena itu adalah tujuan utama.

“Indonesia sudah memulai dan telah ada dorongan-dorongan ke arah itu dimana tugas untuk mengerahkan ekspor dan diplomasi ekonomi diserahkan kepada Wakil Menteri Luar Negeri,” tambahgnya.

Masih kata Didik sejauh ini hasil dari perombaga pendekatan diplomasi ekonomi dan upaya mendorong ekspor belum terlihat nyata signifikan. Presiden Jokowi juga sepertinya kurang konsisten untuk hal itu, penugasannya terhadap Wakil Menteri belun tuntas, belum dilaksanakan tetapi wakil menteri ditugasi untuk melaksanakan hal lain lain, yakni mengawal UU Cipta Kerja.

“Padahal ekspor adalah salah satu faktor penguatan ekonomi Indonesia belum bisa didorong dengan baik,” tandasnya. (ae/JAKSAT)